SKK Migas menyatakan Pemerintah terus berupaya keras meningkatkan produksi minyak dan gas bumi, terutama untuk mencapai target produksi minyak 1 juta BOPD dan gas 12 BSCFD pada tahun 2030. Salah satu strategi yang dilakukan adalah optimalisasi produksi lapangan eksisting melalui reaktivasi idle well.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Noor Arifin Muhammad mengatakan, dari total 41.514 sumur yang ada di Indonesia, terdapat 10.398 sumur yang masuk pada kriteria idle well. Namun demikian, tidak semua memiliki potensi untuk direaktivasi karena sesuatu dan lain hal, seperti tidak adanya potensi subsurface, keekonomian yang tidak terpenuhi karena high cost rectivation dan harga minyak mentah dunia pada saat itu, serta faktor HSE dan non teknikal seperti masalah masyarakat.
Pada WP&B Tahun 2023 ditargetkan kegiatan reaktivasi idle well sebanyak 1000 sumur. Di luar program reaktivasi sumur yang sudah menjadi rencana kerja dalam WP&B, terdapat pula kegiatan atau program reaktivasi idle well non-WP&B yang berperan sebagai filling the gap untuk mencapai target nasional. “Pemerintah mendorong KKKS mencari potensi reaktivasi idle well untuk dapat dilakukan reaktivasi di luar rencana kerja WP&B,” ujar Noor Arifin.
Salah satunya adalah dengan mencari mitra kerja dengan mekanisme yang dapat diterapkan dalam kerja sama, antara lain No Cure No Pay, No Cure Less Pay, Performance Based, Risk & Reward dan sebagainya.
PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) turut memperhatikan secara serius tentang hal ini. Direktur Apexindo Mahar Atanta Sembiring dalam paparan publiknya pekan lalu mengatakan, secara umum, Perseroan melihat tren harga komoditas yang cukup baik kemungkinan akan terus berlanjut di tahun 2023 sehingga SKK Migas akan melakukan pengeboran yang lebih masif lagi. Hal itu yang akan menjadi katalis positif bagi kegiatan Perseroan.
Melihat utilisasi armada saat ini di mana untuk rig darat masih cukup rendah, Perseroan akan memfokuskan kepada peningkatan utilisasi rig darat khususnya untuk pengeboran di geothermal. Perseroan juga secara aktif mengikuti tender-tender rig darat, khususnya yang diadakan oleh Pertamina group, sehingga diharapkan tingkat utilisasi rig darat akan meningkat di tahun depan.
“Apexindo sebagai perusahaan yang memiliki hubungan yang cukup baik dengan perusahaan-perusahaan Migas, selalu berusaha untuk melihat pengembangan usaha yang bisa kami lakukan. Oleh karena itu jika dalam pengembangan usaha tersebut, investasi yang dibutuhkan memiliki hitungan yang cocok dan realistis, maka Perseroan akan berusaha untuk mengadakan rig. Tetapi jika Perseroan belum mendapatkan kesempatan yang baik dalam proyek pengeboran, walaupun sudah dicanangkan oleh SKK migas, maka Perseroan belum berencana untuk melakukan pengadaan rig,” ujar Dia.
Perseroan berharap di tahun depan, paling tidak ada 2 atau 3 rig darat yang bekerja, sehingga dari sisi capex kemungkinan juga akan ada peningkatan dibanding tahun Ini karena reaktivasi rig-rig tentu membutuhkan biaya yang cukup besar.
Sedangkan dari sisi bisnis di tengah pandemi, Mahar Atanta menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 menjadi tantangan yang luar biasa bagi Perseroan, di mana Perseroan harus melaksanakan protokol kesehatan di antaranya melakukan karantina bagi para pekerja yang akan naik ke lokasi ng, program skrining dan tentu juga vaksinasi. Hal ini dilakukan untuk menjamin keamanan, keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja Apexindo, baik untuk pekerja yang akan bertugas maupun pekerja yang akan pulang ke rumah.
Selama tahun 2020, penambahan biaya yang dikeluarkan Perseroan terkait pandemi adalah sekitar USD 600.000 dan meningkat di tahun 2021 menjadi sekar USD 1.000.000 dan di tahun ini hingga bulan September 2022 mencapai sekitar USD 570.000.
Adapun bisnis perseroan yang bergerak di sektor pengeboran migas, Aperindo tentunya akan berusaha mendapatkan proyek-proyek pengeboran sebanyak mungkin perseroan sempat akan mengikuti proyek pengeboran di regional, namun setelah dilihat kembali, ternyata secara ekonomis tidak menguntungkan bagi Perseroan, sehingga Perseroan tidak berpartisipasi dalam proyek tersebut.
Selain itu, selama masa pandemi ini, sangat sulit untuk mencari proyek pengeboran yang cocok di luar negeri, sehingga Perseroan memutuskan untuk fokus kepada proyek-proyek pengeboran di dalam negeri. Sementara untuk rig darat, sangat tidak kompetitif untuk bekerja di luar negeri, sehingga Perseroan tidak melakukan eksplorasi untuk pekerjaan rig darat di luar negeri.
Apexindo yang telah menjual Rig Raniworo di Q3 2022, melihat pasar Rig Raniworo yang cukup sulit ke depannya. Secara spesifikasi, Rig Raniworo hanya bisa mencapai kedalaman tertentu dan melihat kondisi pasar saat ini, Perseroan belum melihat kebutuhan rig jack up dengan spesifikasi tersebut.
Selain Itu, jika Rig Raniworo tidak ter utilisasi, maka akan ada biaya-biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan oleh Perusahaan, seperti biaya parkir dan biaya maintenance, sehingga hal-hal ini yang menjadi pertimbangan Perseroan untuk menjual Rig Raniworo, karena tidak efisien untuk mempertahankan Rig Raniworo.
Apexindo Pratama Duta (APEX) meraih kontrak baru pengeboran panas bumi atau geothermal senilai USD15,58 juta atau setara Rp 240 miliar dari PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha Pertamina Group. Dalam proyek pekerjaan tersebut akan digunakan rig (instalasi peralatan pengeboran) darat berupa rig 9 yang dirancang perseroan untuk memenuhi kebutuhan eksplorasi, pengembangan, dan produksi.adi, pekerjaan rig 9 itu durasinya dalam jumlah sumur. Pekerjaan yang dilakukan adalah 6 sumur dengan nilai kontrak sebesar US$ 15,58 juta.
Sesuai rencana, proyek yang berlokasi di Ulubelu, Provinsi Lampung ini, akan mulai berjalan pada kuartal I-2023. Mahar menambahkan, proyek tersebut paralel dengan rencana perseroan tahun depan yang fokus meningkatkan utilisasi rig darat yang kini persentasenya masih 1%. Berdasarkan data, tingkat utilisasi rig darat perseroan sejak tiga tahun terakhir mengalami penurunan cukup tajam terutama pada 2021 dan 2022 yang utilisasinya masing-masing hanya menyentuh 1% dan tahun 2020 sebesar 4%.
Struktur tersebut sedikit berbeda dengan utilisasi di tahun 2019 yang mencapai 6%, lalu 2018 menembus 38% dan 2017 sebesar 14%. Sementara pada rig lepas pantai sejak 2017 sampai 2022 tingkat utilisasinya cenderung stabil dengan utilisasi tertinggi terjadi pada 2022 sebesar 84%. “Karena itu, kami berharap paling tidak ada 1-2 rig darat yang bisa aktif tahun 2023 dari posisi saat ini 1. Tentu sama seperti 2021, target ini memerlukan program reaktivasi, sehingga membutuhkan biaya ke depannya. Ini menjadi pertimbangan yang harus kita lakukan dalam mendudukan investasi kita ke depan,” terang Mahar.
Author: Rizki
Sumber: emitennews-
Informasi lengkap pasar saham ada di Website Saham Online.
Materi belajar trading dan investasi saham ada di Channel Youtube Saham Online.
Komentar
Posting Komentar