Kamera GoPro sempat begitu populer di kalangan anak muda, khususnya yang hobi berpetualang, baik di darat, di gunung, maupun di laut. Kamera tersebut lahir dari tangan seorang Nicholas Woodman, pemuda kelahiran California, Amerika Serikat, 43 tahun yang lalu.
Nicholas lahir dari pasangan Dean Woodman dan Concepcion Woodman. Woodman junior hobi berselancar sampai mendirikan klub berselancar sendiri di sekolahnya.
Woodman melanjutkan kuliah di University of California dan berhasil memperoleh gelar BA dalam seni visual pada usia yang sangat muda, yakni 22 tahun.
Inspirasi pembuatan kamera GoPro berawal dari hobinya tadi berolahraga selancar. Dikutip detikFinance dari berbagai sumber, Kamis (27/9/2018), Woodman mulai membayangkan memiliki kamera yang bisa merekam kegiatan berselancarnya namun dengan ukuran yang lebih praktis.
Ia kemudian membuat model kamera pertamanya yang digunakan untuk merekam kegiatan berselancar di Australia dan Indonesia. Setelah itu ia terpikirkan untuk membuatnya dalam skala besar. Woodman menyadari kebutuhan akan kamera video yang mudah digunakan dan kamera itu dapat menempel pada tubuh orang itu dan menangkap setiap gerakan dalam definisi tinggi.
Hal itulah yang kemudian menjadi inspirasi baginya mendirikan GoPro Inc. Untuk membangun perusahaannya GoPro, Nick Woodman dan istrinya mengumpulkan uang US$ 30.000 yang diperoleh dari hasil menjual perhiasan di California. Mereka juga meminjam sekitar US$ 235.000 lagi dari ibu dan ayahnya.
"Kami memiliki awal yang sangat sederhana," kata Woodman.
Model kamera GoPro awal adalah kamera film jenis 35 mm Hero yang bisa dipakai di pergelangan tangan. Kamera GoPro yang diluncurkan tahun 2004 itu kemudian dilengkapi dengan berbagai fungsi kekinian seperti bisa tersambung dengan WiFi, dikendalikan dari jarak jauh, tahan air, memiliki slot memori kartu penyimpanan untuk kartu micro SD dan banyak lagi.
Pada tahun 2012, GoPro berhasil menjual lebih dari 2,3 juta kamera dengan penjualan dua kali lipat setiap tahun sejak penjualan massal pertamanya ke sebuah perusahaan Jepang. Pada tahun 2012, produsen kontrak Taiwan mengakuisisi 8,88% saham di GoPro sekitar US$ 200 juta yang membuat nilai perusahaan naik menjadi sekitar US$ 2,25 miliar dan menjadikan Woodman sebagai miliarder.
Siapa sangka, satu dekade kemudian, perusahaan ini menjadi perusahaan publik, dan berhasil menyerap ribuan karyawan karyawan. GoPro telah bernilai 10 kali lebih banyak dari awal didirikan, meski saham sempat turun secara dramatis sebagian karena masalah produksi yang dihadapi perusahaan pada akhir tahun lalu.
Awal tahun ini, GoPro mem-PHK 20% dari tenaga kerjanya dan menutup divisi drone yang baru berkembang. Akibatnya produksi drone Karma terhenti tak lama setelah produk tersebut dilepas ke pasaran.
Saham GoPro telah jatuh cukup dalam sejak go public di 2014 lalu. Januari tahun ini, Woodman mengatakan dia terbuka untuk menjual GoPro.
Namun, Woodman mengatakan dia yakin perusahaan itu akan bisa meraup untung di paruh kedua tahun ini. Perlahan, saham GoPro kini mulai bangkit kembali, terutama setelah mereka meluncurkan produk baru GoPro Hero7 Black yang mampu menghasilkan gambar stabil dengan teknologi HyperSmooth.
Cara mempertahankan suatu bisnis dalam jangka panjang menurut Woodman adalah dengan memastikan proyek tersebut tetap menginspirasi dan membangkitkan semangatnya.
"Anda harus fokus pada sesuatu yang Anda sukai secara pribadi," kata Woodman.
"Salah satu manfaat terbesar ketidaktahuan adalah Anda bisa menciptakan sesuatu yang belum ada sebelumnya karena Anda tidak tahu apa-apa," ungkapnya.
Total harta Woodman sendiri terakhir kali tercatat pada tahun 2015 dengan nilai US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 26,1 triliun. Saat itu Woodman sempat masuk dalam daftar 1.000 orang terkaya di dunia versi Majalah Forbes 2016. (eds/ang)
sumber : detik.com
Lebih lengkapnya silahkan klik : Saham Online
Komentar
Posting Komentar