Pengamat Ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian mengatakan kebijakan minyak goreng satu harga perlu diikuti produktivitas industri minyak goreng nasional guna menjamin pasokan.
"Kebijakan temporer ini mesti diikuti oleh kebijakan struktural yaitu peningkatan produktivitas industri minyak goreng nasional, khususnya perbaikan di sisi hulunya, seperti percepatan program penanaman ulang (replanting) pohon-pohon sawit dengan varietas unggul dan memastikan ketersediaan bahan baku," ujar Dzulfian dihubungi di Jakarta, Rabu.
Ia berpendapat kebijakan tersebut bersifat temporer dan populis, mengingat minyak goreng merupakan sembako yang sangat penting bagi masyarakat, di mana kenaikan harga sedikit saja maka popularitas penguasa menjadi taruhannya.
"Wajar jika kemudian pemerintah melakukan berbagai cara untuk menurunkan harga minyak goreng ini," ujar Dzulfian.
Ia menambahkan desain kebijakan tersebut dinilai kurang tepat sasaran, mengingat subsidi diberikan untuk seluruh elemen masyarakat tanpa kecuali.
"Padahal yang membutuhkan hanya mereka yang di kalangan menengah bawah, sedangkan menengah ke atas tak berhak mendapatkan subsidi ini. Triliunan uang subsidi justru akan lari ke masyarakat menengah ke atas, mestinya kan dana tersebut lebih baik dialihkan ke yang lebih berhak," ujar Dzulfian.
Diketahui pemerintah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dengan harga terjangkau, di mana dengan tingginya harga minyak goreng, Pemerintah menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng dengan harga setara Rp14.000 per liter yang akan dimulai Rabu (19/1) pukul 00.01 WIB. (end/ant)
Komentar
Posting Komentar