Manajemen PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) saat ini masih belum menentukan harga pelaksanaan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD/rights issue) perusahaan.
Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu Retno K. mengatakan untuk menentukan harga pelaksanaan rights issue ini, perusahaan akan mempertimbangkan faktor makro dan industri serta kinerja dan fluktuasi harga saham perusahaan. Selain itu juga, mempertimbangkan masukan dari pemegang saham.
"Harga akan disampaikan kalau sudah proses registrasi ke OJK [Otoritas Jasa Keuangan] dan akan dipublikasikan dalam prospektus untuk penetapan harga pricing-nya," kata Viviana dalam konferensi pers usai RUPSLB BRI, Kamis (22/7/2021).
Berdasarkan prospektus yang disampaikan perusahaan, harga pelaksanaannya paling sedikit sama dengan batasan harga terendah saham yang diperdagangkan di pasar reguler dan pasar tunai sebagaimana diatur Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas.
Adapun aksi korporasi ini selambatnya akan dilaksanakan perusahaan pada akhir kuartal ketiga tahun ini.
BRI akan menerbitkan maksimal 28.677.086.000 saham Seri B dengan nilai nominal Rp 50, atau 23,25% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Hanya saja, pemerintah hanya akan menyetorkan bagiannya dalam bentuk non tunai, yakni seluruh saham Seri B milik pemerintah di Pegadaian dan PNM akan ditukar dengan saham baru BBRI (inbreng).
Maka investor publik praktis yang akan menjadi sumber dana segar dari aksi rights issue tersebut. Namun BRI belum menentukan harga pelaksanaan.
Setelah transaksi inbreng dilakukan, BRI akan memiliki 99,99% saham di Pegadaian dan PNM. Sedangkan pemerintah masih akan memiliki 1 lembar saham seri A dwiwarna di kedua perusahaan tersebut.
Sumber: CNBC
Komentar
Posting Komentar