Lembaga rating Moody's Investors Service memangkas rating PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Semula Moody's memasang peringkat emiten yang biasa disebut Sritex di B1 dipangkas menjadi B3.
Moody's juga telah menurunkan peringkat obligasi senior senilai US$ 150 juta menjadi B3 dari B1. Obligasi senior yang jatuh tempo pada tahun 2024, yang diterbitkan oleh anak perusahaan Sritex, Golden Legacy Pte. Ltd dan dijamin tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali oleh Sritex dan anak perusahaannya.
Peringkat B3 juga disematkan Moody's untuk surat utang senior tanpa jaminan senilai US$ 225 juta yang jatuh tempo pada tahun 2025. Obligasi ini dirilis oleh Sritex dan dijamin tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali oleh semua anak perusahaan yang beroperasi.
"Penurunan peringkat Sritex mencerminkan likuiditas yang terus melemah dan meningkatnya risiko pembiayaan kembali karena penundaan yang berkelanjutan dan material lebih lanjut dengan latihan perpanjangan pinjamannya," kata Stephanie Cheong, Analis dan Lead Analis Moody's untuk Sritex.
Moody's tengah meninjau ulang untuk downgrade (menurunkan) rating lebih lanjut. "Kajian penurunan lebih lanjut ini mencerminkan ketidakpastian terkait rencana pembiayaan kembali," terang Stephanie dalam rilis Senin (23/3).
Tinjauan peringkat akan fokus pada kemajuan Sritex dalam mengatasi jatuh tempo utang di masa mendatang. "Lebih khusus lagi, tinjauan akan berfokus pada kemajuan diskusi Sritex dengan pemberi pinjaman untuk memperpanjang masa jatuh tempo pinjaman sindikasi," ujar Stephanie.
Menurut Moody's, jika ada kemajuan diskusi Sritex dengan pemberi pinjaman tentang pinjaman bilateral baru dan kemampuan Sritex untuk memperbarui lini modal kerja jangka pendek yang akan berakhir hingga 2021. "Manajemen modal kerja Sritex dan kemampuan menghasilkan uang cash flow," kata Stephanie. Moody's juga memantau rencana pendanaan alternatif SRIL.
Moody's berharap peninjauan tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 60 hari. "Sritex menghadapi risiko pembiayaan kembali yang tinggi karena posisi likuiditas yang lemah dan utang dalam jumlah besar yang jatuh tempo selama kuartal-kuartal mendatang," tutur Stephanie.
Sritex ketergantungan pada pembiayaan dari bank untuk memenuhi kebutuhan refinancing dan rentan terhadap kondisi pendanaan yang melemah di tengah sentimen negatif pada sektor tekstil di Indonesia.
Pada 2 November 2020, Sritex mengajukan permintaan kepada pemberi pinjaman untuk memperpanjang pinjaman sindikasi selama dua tahun. Pinjaman sindikasi senilai US$ 350 juta seharusnya jatuh tempo pada Januari 2022.
Pemberi pinjaman memiliki waktu hingga 1 Maret 2021 untuk memutuskan akan memberi perpanjangan waktu dari sebelumnya 2 Februari. Namun, perjanjian perpanjangan dua tahun belum muncul, yang mana semakin membebani profil kredit Sritex.
Saat ini, perusahaan ini sedang menegosiasikan pengaturan pembiayaan kembali dengan pemberi pinjaman yang ada untuk mengatasi potensi kesenjangan pendanaan. Namun, kesepakatan tegas belum dibuat.
Hingga 30 September 2020, Sritex memiliki kas US$ 159 juta dengan kas bebas selama 15 bulan ke depan sekitar US$ 50 juta. Tapi nilai ini tidak akan cukup menutupi kewajiban utang yang akan datang. SRIL memiliki pinjaman sindikasi senilai US$ 350 juta yang jatuh tempo pada Januari 2022.
Selain itu, SRIL memiliki wesel bayar jangka menengah senilai US$ 65 juta. Terdiri dari US$ 40 juta dibayarkan pada kuartal IV tahun 2020 dan US$ 25 juta akan jatuh tempo pada kuartal II-2021.
SRIL juga harus membayar amortisasi utang senilai US$ 15 juta dan US$ 174 juta yang belum dibayarkan jalur modal kerja jangka pendek per 30 September 2020.
Sumber: KONTAN
Komentar
Posting Komentar