Bak dua buah mata pisau, kenaikan harga batubara memang menguntungkan emiten pertambangan. Di sisi lain, kenaikan harga emas hitam ini menjadi beban bagi industri yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar, salah satunya emiten semen.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) Antonius Marcos mengatakan, pihaknya menjalankan strategi optimalisasi coal mixing untuk mendapatkan campuran batubara yang terefisien dan juga optimalisasi penggunaan bahan bakar alternatif.
“Setiap tahunnya penggunaan bahan bakar alternatif ini selalu meningkat,” terang Marcos kepada Kontan.co.id. Sebagai gambaran, per 30 September 2020, INTP mencatatkan beban bahan bakar dan listrik senilai Rp 2,57 triliun.
Anugerah Zamzami Nasr, Analis Phillip Sekuritas Indonesia menilai, jika harga batubara terus menerus naik hingga di atas level US$ 100 per ton, maka margin INTP akan berpotensi terganggu seperti yang terjadi pada tahun 2018 lalu. “Tetapi dengan efisiensi dan shifting energi secara perlahan yang sudah dilakukan emiten ke energi alternatif dan batubara kalori rendah, tekanan pada margin harusnya tidak terlalu besar,” terang Zamzami saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (19/1).
Sebagai gambaran, pencapaian penjualan total INTP sepanjang 2020 sebesar kurang lebih 16,5 juta ton. Zamzami menilai, capaian volume penjualan INTP tahun 2020 yang menurun 8,8% tersebut sejalan dengan dengan proyeksi Phillip Sekuritas Indonesia yang memproyeksikan penjualan akan turun 10%.
Zamzami memproyeksi, volume penjualan di industri semen secara keseluruhan akan tumbuh 3%-4% tahun ini. Sementara volume penjualan INTP diperkirakan bakal tumbuh lebih cepat 4%-5%, yang didukung oleh pemulihan permintaan dari Pulau Jawa.
Zamzami merekomendasikan beli saham INTP dengan target harga 12 bulan di level Rp 18.500 per saham, setara 19 kali EV/EBITDA 2021F. Pada perdagangan Selasa (19/1), harga saham INTP ditutup stagnan di level Rp 15.650 per saham.
Sumber: KONTAN
Komentar
Posting Komentar