IQPlus, (13/04) - PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menyatakan terdapat lebih dari 17.000 nasabah yang kreditnya sudah direstrukturisasi hingga pekan ini.
Direktur Finansial, Perencanaan, & Treasuri BTN Nixon L. P. Napitupulu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, mengatakan pihaknya saat ini terus mengklasifikasi permohonan restrukturisasi dari nasabah yang terdampak situasi pandemi COVID-19. Permohonan restrukturisasi itu diajukan secara daring (online).
"Sudah ada 17.000 lebih debitur yang pinjamannya sudah dilakukan restrukturisasi. Yang mengajukan permohonan restrukturisasi angkanya puluhan ribu," ujarnya.
Hingga kini, kata Nixon, BTN memiliki hampir dua juta debitur dengan saldo pokok dari plafon pinjaman (baki debet) lebih dari Rp250 triliun. Adapun, belasan ribu permohonan restrukturisasi ke perseroan tersebut mencatatkan total baki debet sekitar Rp2,7 triliun.
"Jumlah tersebut mencakup debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi dan keseluruhannya di bawah Rp10 miliar sesuai ketentuan OJK," ujar Nixon.
Nixon menjelaskan permohonan restrukturisasi tersebut diajukan oleh debitur melalui restrukturisasi daring yang disiapkan perseroan. Melalui sistem daring tersebut, debitur BTN yang mengajukan permohonan restrukturisasi tidak harus datang ke kantor cabang tempat mereka mengajukan kredit, namun melalui www.rumahmurahbtn.co.id.
"Setelah terbitnya POJK tentang relaksasi kredit bagi debitur terdampak COVID-19, BTN telah membuka diri untuk memberikan kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur yang kreditnya dibiayai perseroan dan terdampak virus tersebut sehingga terganggu kemampuan bayarnya," ujarnya.
Namun, Nixon menegaskan tidak semua debitur dapat menikmati kebijakan tersebut. Hal tersebut sesuai arahan pemerintah di mana hanya diberlakukan bagi debitur yang benar-benar terdampak COVID-19.
"Oleh karena itu bank perlu melakukan klasifikasi dan kami sudah lakukan itu," katanya.
Oleh karena situasi pandemi COVID-19 ini, Nixon mengaku BTN merevisi target pertumbuhan kredit di 2020. Untuk kredit pemilikan rumah (KPR) nonsubsidi dan komersial, perseroan merevisi pertumbuhan kredit menjadi kisaran 0-3 persen.
Kemudian, untuk KPR subsidi, perseroan memproyeksi pertumbuhan di segmen tersebut berada pada kisaran 6-8 persen. Proyeksi itu juga bergantung pada periode berakhirnya COVID-19. Namun, perseroan masih optimistis tetap bisa meraih laba sekitar Rp2 triliun di tahun ini.
"Dalam kondisi seperti saat ini perseroan lebih memilih langkah untuk peningkatan efisiensi, memperkuat cadangan dan likuiditas agar tetap bertahan," kata Nixon.
Untuk menjaga likuiditas, menurut Nixon, perseroan juga secara hati-hati melakukan pembelian surat utang pemerintah. Upaya menjaga likuiditas tersebut dilakukan untuk memastikan cadangan dana tetap aman sekaligus meningkatkan pendapatan komisi melalui transaksi treasuri.
Nixon mengungkapkan, untuk dana treasuri, perseroan menganggarkan nilai yang cukup besar sekitar Rp20 triliun.
"Dana tersebut juga merupakan cadangan likuiditas perseroan. Kondisi normal biasanya kita anggarkan sekitar Rp13 triliun dan saat ini likuiditas kita tingkatkan sekitar 30 persen," jelas Nixon.
Adapun terkait kredit, Nixon mengungkapkan di beberapa daerah yang aman dari penyebaran COVID-19, penyaluran kredit masih tetap berjalan. Namun, Nixon mengakui secara nasional permintaan kredit baru mengalami penurunan karena daerah penyerapan kredit hampir semua terdampak virus tersebut.
"Kami harapkan kondisi ini tidak akan lama sehingga ekonomi dapat kembali berjalan normal dengan layanan yang dapat kami berikan dan Bank BTN dapat kembali melanjutkan Program Sejuta Rumah bagi masyarakat Indonesia," kata Nixon.(end/ant)
Komentar
Posting Komentar