Pasca eskapansi pertama dalam empat bulan, PMI bulan Maret ada di level terendah sepanjang masa.
Kemarin, IHS Markit mengumumkan data manufacturing PMI Indonesia untuk periode Maret. Pada bulan lalu, manufacturing PMI tercatat di level 45.3, di mana ini merupakan kontraksi terburuk yang dibukukan selama sembilan tahun survei tersebut dilakukan.
Kita telah melihat angka PMI China untuk bulan Maret berada di atas ekspektasi (52 vs. konsensus yang sebesar 44,8). Namun, perekonomian China benar-benar berhenti pada bulan Februari, sehingga tidak sulit untuk kemudian mencatatkan ekspansi di bulan Maret.
Beberapa alasan membuat kami percaya bahwa aktivitas manufaktur akan memburuk di dua bulan ke depan (April & Mei). Pertama, penyebaran COVID-19 di negara-negara lain tampak akan sulit untuk diredam pada akhir April. Kedua, kami memproyeksi bahwa pemerintah Indonesia akan mengumumkan kenaikan jumlah kasus yang signifikan di beberapa pekan mendatang. Ketiga, libur Lebaran yang lebih panjang dari biasanya akan memberikan tekanan lebih lanjut terhadap aktivitas manufaktur. Terakhir, depresiasi rupiah yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir akan membatasi perusahaan-perusahaan dalam menaikkan produksinya, karena di sisi lain mereka kesulitan untuk menaikkan harga jual.
Berdasarkan kalkulasi kami, stimulus fiskal yang diluncurkan oleh pemerintah hanya bernilai 2,4% dari PDB. Jadi, kami melihat dampaknya terhadap perekonomian akan minimal. Lebih lanjut, pemerintah belum bisa mengatasi masalah yang dihadapi jutaan pekerja informal di Indonesia, yakni hilangnya pendapatan harian karena mereka tak mampu bekerja secara remote.
Saat ini, kami mempertahankan proyeksi variabel makroekonomi dari kami untuk semua skenario. Kami menganggap bahwa akan lebih bijak untuk menunggu perkembangan terkait dengan COVID-19 di Indonesia terlebih dahulu, sebelum kemudian merivisi model kami.
(See Full Report: https://bit.ly/2UPNpBY )
by Anthony Kevin (anthony.kevin@miraeasset.co.id)
Komentar
Posting Komentar