Namun, para analis menilai, emiten dengan kode saham BMRI ini masih layak dilirik karena kinerjanya mumpuni.
Berdasarkan laporan bulanan bank, penyaluran kredit Bank Mandiri hingga Agustus 2019 tercatat Rp 713,12 triliun, atau tumbuh 7,15% secara tahunan. Angka ini lebih mini ketimbang pertumbuhan perbankan BUMN lainnya.
Lihat saja, kenaikan penyaluran kredit PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) di periode yang sama mencapai 19,73% yoy menjadi Rp 525,67 triliun. Contoh lain, penyaluran kredit PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencapai Rp 230,46 triliun, atau naik 17,43% dibandingkan periode Januari-Agustus 2018.
Perlambatan pertumbuhan kredit BMRI diperkirakan bakal terjadi hingga akhir tahun. Bahkan, perbankan pelat merah ini memperkirakan pertumbuhan kreditnya hingga kuartal III-2019 hanya di kisaran 8%-9%.
Menurut Kepala Riset Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma, laju kredit Bank Mandiri tersendat karena loan to deposit ratio (LDR) BMRI relatif lebih tinggi dibandingkan Bank BNI maupun Bank BRI.
Asal tahu saja, sepanjang semester pertama LDR Bank Mandiri mencapai 97,94%. Angka ini meningkat dibandingkan periode yang sama di 2018, sebesar 94,17%. Ini menunjukkan likuiditas BMRI memang kian mengetat.
"Meski begitu, hal ini memberikan sentimen positif bagi kinerja emiten di semester I-2019, karena marjinnya jadi terjaga," kata Suria.
Memang sepanjang Januari-Juni 2019, kinerja Bank Mandiri masih ciamik. Tercatat, pada paruh pertama 2019, laba bersih Bank Mandiri naik 11,1% dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 13,53 triliun.
Rekomendasi saham BMRI
Namun, Analis JP Morgan Harsh Wardhan Modi dalam risetnya per 4 Oktober 2019 menilai, perlambatan pertumbuhan kredit Bank Mandiri bisa berdampak buruk, khususnya terhadap kualitas aset di sektor perbankan.
Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit yang cukup tinggi di Bank Mandiri ada di sektor konstruksi, listrik dan gas serta pertambangan. Sementara untuk sektor perdagangan, pertanian, industri dan pengolahan, ternyata pertumbuhan kreditnya belum signifikan.
Stabilnya penyaluran kredit di sektor infrastruktur diperkirakan dapat menopang return on equity (ROE) Bank mandiri di 2019 yang mencapai 16,5%. Sedangkan Analis Deutsche Verdhana Sekuritas Indonesia Raymond Kosasih dalam risetnya melihat, kinerja Bank Mandiri tahun ini sebenarnya cukup menantang. Bahkan, dia menghitung potensi risiko perlambatan pertumbuhan pada kredit Bank Mandiri dapat terjadi akibat pertumbuhan ekonomi global yang melambat.
"Risiko lain yang perlu diwaspadai adalah pemangkasan suku bunga acuan, likuiditas yang ketat, biaya provisi yang lebih tinggi karena kualitas aset yang memburuk, risiko persaingan dari fintech serta pertumbuhan pendapatan non-bunga yang lebih rendah," tulis dia dalam riset.
Walau begitu, Raymond memprediksi, pendapatan bunga BMRI di akhir tahun 2019 dapat tumbuh 7,50% menjadi Rp 61,63 triliun. Sementara pendapatan non bunga diperkirakan tumbuh lebih lambat, sebesar 4,79% ke Rp 29,32 triliun. Sedangkan laba bersih BMRI diperkirakan masih dapat tumbuh dobel digit, yakni sekitar 12,23% menjadi Rp 28,07 triliun di akhir tahun ini.
Karena itu, Raymond masih merekomendasikan beli untuk saham BMRI dengan target harga Rp 10.100 per saham. Setali tiga uang, Suria pun menyarankan beli saham BMRI dengan target harga Rp 8.900 per saham. Sementara Modi memasang target harga saham BMRI di Rp 7200 per saham, dengan rekomendasi overweight.
Sumber: https://insight.kontan.co.id/news/penyaluran-kredit-bank-mandiri-lesu-ini-rekomendasi-analis-untuk-saham-bmri?page=2
Komentar
Posting Komentar