Performa kinerja keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) tidak dalam posisi terbaiknya. Likuiditas Bank BNI sudah cukup ketat.Itu tercermin dari loan to deposit ratio (LDR) yang mencapai 96,8%. Perolehan laba perusahaan juga menurun.
Seperti dikutip dari riset Deutsche Bank 30 September, laba bersih Bank BNI per Agustus tercatat Rp 577 miliar. Angka ini turun 55% secara tahunan dan 51% secara bulanan.
Sehingga, sejak awal tahun hingga Agustus lalu, akumulasi laba Bank BNI sebesar Rp 8,7 triliun, turun 7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Raymond Kosasih, Analis Deutsche Bank menjelaskan, penurunan laba bersih akibat kenaikan biaya kredit. Sejak awal tahun, biaya kredit BBNI mencapai Rp 5,8 triliun. Itu setelah BBNI mencatat biaya kredit Rp 1,5 triliun pada Agustus. "Angka ini meningkat 246% secara tahunan dan 81% secara bulanan," ujarnya.
Kenaikan biaya kredit Bank BNI sejalan dengan terus tumbuhnya penyaluran kredit. Pertumbuhannya secara tahunan tergolong tinggi, sebesar 19,7%.
Analis Mirae Asset Sekuritas Lee Young Jun menilai, pertumbuhan kredit tersebut yang membuat loan to deposit ratio (LDR) Bank BNI meningkat sehingga likuiditas bank mengetat.
Senada, analis Trimegah Sekuritas Sebastian Tobing mengatakan, Bank BNI bahkan merupakan bank dengan loan gross paling tinggi dibanding yang lain. Padahal, likuiditas sedang ketat. "Biaya kredit yang naik sudah menjadi masalah selama tiga bulan terakhir ini," tulis Sebastian dalam riset 2 September.
Rekomendasi BBNI
Namun, laju penyaluran kredit sudah menunjukan sinyal bakal kembali normal. Sebab, pertumbuhan kredit secara bulanan justru turun 0,4%. Lee optimistis, laju penyaluran kredit BBNI bakal stabil mulai kuartal ketiga ini.
"Pertumbuhan kredit diprediksi lebih rendah di semester kedua dan akan seperti ini pada 2020," jelas Lee kepada KONTAN, Senin (14/10).
Sebastian juga memprediksi, perbaikan likuiditas dan biaya kredit akan lebih terlihat mulai kuartal kedua tahun depan. Jika hal ini berhasil dilalui, net interest margin (NIM) bakal terkerek naik.
"Setelah likuiditasnya membaik, baru nanti ada perbaikan di NIM yang bisa meningkat," tandas Sebastian.
Lee juga berpendapat, NIM dapat terus meningkat dikarenakan adanya penurunan suku bunga BI. Hanya saja peningkatan tersebut dirasa cukup terbatas. "NIM diharapkan membaik sedikit atau tetap datar dibandingkan pada semester pertama," imbuhnya.
Sebastian mengubah rekomendasi saham BBNI dari semula netral menjadi buy. Namun, target harganya diturunkan dari Rp 9.000 menjadi Rp 8.700 per saham.
Lee juga menurunkan target harga menjadi Rp 9.850 dari sebelumnya Rp 10.900 dengan tetap mempertahankan rekomendasi buy.
Sementara, Raymond tetap merekomendasikan buy dengan target harga Rp 10.800 per saham. Ini karena dia optimistis kinerja BBNI bakal kembali stabil. Saham BBNI kemarin turun 50 poin ke level Rp 6.925 per saham.
Sumber: https://insight.kontan.co.id/news/likuiditas-bank-bni-ketat-ini-rekomendasi-analis-untuk-saham-bbni?page=2
Komentar
Posting Komentar