PT Barito Pacific Tbk (BRPT) akhirnya merilis kinerja keuangan di enam bulan pertama tahun ini. Namun, hasilnya kurang memuaskan.
Dari sisi pendapatan, Barito mencatatkan penurunan. Penurunan terus berlanjut hingga ke pos laba bersih (lihat tabel).
Sejumlah faktor menjadi pemicu penurunan tersebut. Salah satunya, kinerja keuangan anak usaha perusahaan ini, yakni PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).
Pendapatan dari Chandra Asri turun 18% jadi US$ 1,3 miliar dari sebelumnya US$ 1,55 miliar. Laba bersihnya bahkan turun 74% menjadi US$ 11 juta dari sebelumnya US$ 42 juta.
Penurunan tersebut salah satunya akibat harga penjualan produk etilena dan polietilena yang masih belum optimal. Meski begitu, secara keseluruhan, volume penjualan Chandra Asri masih stabil.
Sepanjang semester pertama tahun ini, penjualannya mencapai 1.059 kilo ton (KT). Sementara, di periode yang sama tahun sebelumnya, penjualan mencapai 1.067 KT.
Pada saat yang bersamaan, sejumlah fasilitas produksi perusahaan ini juga memasuki fase perawatan. Perawatan tersebut memakan waktu selama 55 hari.
"Ini dimulai awal Agustus, sehingga sekarang akan selesai," ujar Investor Relations Chandra Asri Allan Alcazar, Senin (30/9).
Kinerja keuangan Star Energy juga belum bersinar. Beruntung, setelah dikonsolidasi ke kinerja keuangan Barito Pacific, dampak penurunan kinerja tersebut tak sebesar Chandra Asri. Pendapatan dari Star Energy Group Holding Pte Ltd hanya turun sekitar 5,8% menjadi US$ 245 juta.
Sama seperti Chandra Asri, penurunan kinerja keuangan Star Energy terjadi akibat adanya kegiatan perawatan operasional terjadwal, terutama di lini produksi Salak dan produksi listrik dari Operasi Drajat serta Wayang Windu Unit I.
Secara umum, kinerja Star Energy lebih oke dibandingkan Chandra Asri. "EBITDA Star Energy juga sejatinya sudah mendekati TPIA," imbuh Allan.
Asal tahu saja, Star Energy menjadi anggota termuda dalam Grup Barito. Perusahaan ini diakuisisi Barito Pacific pada Juni tahun lalu. Sekarang, Barito menguasai lebih dari 60% saham Star Energy.
Meski kinerjanya tengah kurang optimal, perusahaan milik taipan Prajogo Pangestu ini masih mampu menjaga efisiensi. Perusahaan ini masih bisa menjaga beban keuangan.
Pada pos beban keuangan, BRPT mencatat nilai beban sebesar US$ 99 juta. Angka ini turun 13,2% dari sebesar US$ 114 juta pada semester pertama 2018 silam.
Penurunan tersebut merupakan imbas dari pembiayaan kembali atawa refinancing obligasi Star Energy yang dilakukan tahun lalu. Selain itu, perusahaan ini juga sempat melakukan refinancing atas pinjaman bank senilai US$ 250 juta dan menggantinya dengan pinjaman baru senilai US$ 200 juta.
Agus Salim Pangestu, Direktur Utama Barito Pacific, mengakui, kondisi saat ini cukup menantang. Terutama, akibat faktor luar negeri, baik dari kondisi politik dan ekonomi.
Efek perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China terus berlangsung. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi global melambat. "Kondisi tersebut membuat spread bisnis kami tertekan," kata Agus.
Namun, menurut dia, permintaan produk kimia di dalam negeri masih positif. Untuk menyambut peluang tersebut, Chandra Asri bersiap memulai produksi polietilena baru berkapasitas 400 kilo ton per anum (KTA) pada kuartal keempat tahun ini. Sehingga, performa perusahaan ini bakal lebih optimal.
Sumber: https://insight.kontan.co.id/news/kinerja-barito-pacific-brpt-jeblok-ini-kata-agus-salim-pangestu?page=2
Komentar
Posting Komentar