google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Cara Menghitung Beta Saham CAPM Langsung ke konten utama

Cara Menghitung Beta Saham CAPM

Apa itu CAPM

CAPM (Capital Asset Pricing Model) adalah model yang digunakan untuk menentukan tingkat pengembalian(required return) dari suatu aset. Model ini mendapatkan penghargaan nobel  pada tahun 1990 dan pada prakteknya juga sering digunakan untuk menentukan nilai cost of equity.

Dari sudut pandang investor, besarnya tingkat pengembalian seharusnya berbanding lurus dengan risiko yang diambil. Untuk memudahkan saya buat ilustrasi yang disederhanakan sebagai berikut:

Alex punya uang 100juta, berkeinginan untuk menginvestasikan uangnya pada bisnis warung retail. Pertanyaan yang seringkali dihadapi adalah: Jika Alex memutuskan untuk berinvestasi pada bisnis warung retail, berapa besar tingkat pengembalian yang harus dia dapatkan? Mengingat bahwa jika dia menginvestasikan uangnya, dia dihadapkan dengan risiko bisnis warung retail.

Pertimbangan untuk AlexDepositoInvestasi Toko/Warung Retail
RisikoMinim, relatif nggak ada bagi AlexBisa bangkrut atau perkembangan bisnis tidak sesuai harapan
Tingkat pengembalian5% per tahunBerapa yak???
Pada kasus ini, ekspektasi tingkat pengembaliannya harus diatas return deposito karena ada risiko gagal bisnis dan uangnya hangus.

Dalam ilustrasi ini sebenarnya sah – sah saja kalau Alex langsung nembak angka misalnya: “Gue pengen return 30% per tahun.” Tapi itu angka dari mana? apakah wajar kalau ada investor di bisnis retail minta angka segitu?

Artinya, kita juga berurusan dengan masalah subjektivitas investor mengenai ekspektasi tingkat pengembalian terhadap risiko yang dia hadapi. Boleh jadi kalau ada investor lain dia hanya minta return 20%. Dari sudut pandang pemilik usaha, kalau ada investor lain yang berkeinginan masuk dengan nilai investasi yang sama pasti kita pilih yang permintaan imbal baliknya lebih kecil kan? Nah kalo begitu berapa angka yang sebenarnya bisa kita bilang wajar?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita bisa menggunakan model CAPM, dimana dalam model ini diperhitungkan juga masalah risiko yang dihadapi oleh investor.

Rumus CAPM

Ekspekstasi Return = Cost of Equity = Rf + β*(Rm – Rf)

dimana

Rf = Risk free rate (investasi tanpa risiko)

β (beta) =  Nondiversifiable risk, (risiko sistemik yang tidak bisa dihilangkan melalui diversifikasi oleh investor seperti, kondisi ekonomi, faktor politik, dll)

Rm = Market Return (seringkali kalau di Indonesia, kita gunakan return IHSG/Indeks Harga Saham Gabungan)

Dalam postingan kali ini fokus saya adalah untuk membahas tata cara perhitungan dasar CAPM.
Sumber data yang digunakan dan cara pengolahan data untuk variabel yang digunakan dalam perhitungan CAPM, yaitu Rf (risk free rate), β (beta), dan Rm (return market).

Sebetulnya, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan ketika kita memilih input dari 3 variabel diatas, tapi untuk sampai ke sana perlu penjelasan yang tidak sedikit. Jadi, pertanyaan – pertanyaan kenapa begini kenapa begitunya akan dibahas di postingan lain atau akan di-update lagi pada kesempatan yang lain.

Contoh Soal perhitungan CAPM

Berapa Cost of Equity PT XL Axiata saat ini?

Nah, berbeda dengan PT Telkom yang hobi bagi-bagi deviden tiap tahun, PT XL Axiata ini di tahun 2015 s/d 2016 nggak bagi – bagi dividen, Jadi buat temen-temen yang mau ngitung cost of equity dengan menggunakan data dividen udah pasti akan mengalami kesulitan. Jadi untuk mendapatkan cost of equity dari PT XL Axiata ini kita bisa gunakan metode CAPM.

Jawaban Sederhana

Cost of Equity = Rf + β*(Rm – Rf)

Untuk menggunakan CAPM, kita perlu 3 variabel, yaitu Risk Free, Beta dan Market Return.

Risk-free Rate

Untuk risk free rate, saya pakai BI 7 day repo rate. Kenapa?

Disini kita mengasumsikan bahwa Sertifikat Bank Indonesia sebagai investasi tanpa risiko bagi investor/marginal investor (meskipun aslinya nggak begitu). Lebih detail tentang BI 7 day rate ini dijelaskan oleh oom Teguh Hidayat di blognya di http://www.teguhhidayat.com/2016/04/mengenal-bi-7-day-rate-dan-dampaknya.html yang saya kutip sebagai berikut:

Sementara bagi BI sendiri, BI Rate adalah suku bunga bagi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk jangka waktu satu tahun, yang disalurkan ke bank-bank. Ketika BI rate naik ke 6.75%, maka para bank bisa menaruh dana mereka di BI dalam bentuk SBI, dan akan menerima bunga 6.75% per tahun. Jadi kalau Bank Mandiri menaruh duit tabungan nasabahnya sebesar Rp10 trilyun di BI, maka setelah satu tahun, mereka akan memperoleh Rp675 milyar tanpa perlu ‘ngapa-ngapain’ sama sekali
Nah, data BI 7 day rate ini bisa langsung didapatkan di situs resmi Bank Indonesia http://www.bi.go.id/en/moneter/bi-7day-RR/data/Contents/Default.aspx dimana nilainya untuk periode 15 Juni 2017 adalah 4.75%.

Ada beberapa pertimbangan untuk mengambil data ini, yang pertama kita bisa ambil data yang paling baru dengan alasan bahwa data itu paling menggambarkan kondisi saat ini. Yang kedua kita bisa ambil nilai rata-rata dengan argumen bahwa nilai rata-rata ini memperhitungkan fluktuasi. Yang ketiga kita bisa menggunakan weighted average sesuai dengan kriteria kita. Yang keempat, nanti di akhir perhitungan kita bisa buat rentang nilai cost of equity sesuai dengan perubahan data historis yang ada. Mau pakai yang mana pun yang penting itu logis dan kita bisa mempertahankan pemilihan keputusan yang kita buat (alias nggak dibantai sama dosen, klien, atau pak bos).

Berhubung ini contoh yang disederhanakan, saya ambil simpelnya saja, yaitu Rf= 4.75% yang nilainya sama dengan BI 7 day rate di bulan Juni 2017.

Market Return

Untuk Nilai Market Return, kita akan gunakan IHSG untuk periode 11 – 12 tahun terakhir mulai dari September 2005 hingga Mei 2017, dan data yang saya gunakan adalah data bulanan. Kenapa? nanti kapan-kapan dibahas.

Cara perhitungan untuk market return ini cukup sederhana, hanya perlu ambil data dari dari Yahoo Finance di https://finance.yahoo.com/quote/%5EJKSE/history/ lalu kita tentukan rentang periode dan frekuensi datanya kemudian pilih download data agar kemudian bisa kita olah. Untuk IHSG, kodenya JKSE sedangkan untuk XL Axiata kodenya adalah EXCL.JK.


Data yang kita ambil adalah data Adjustment Closed, dan yang akan kita hitung lebih lanjut adalah nilai returnnya. Dalam hal ini, yang kita hitung adalah besarnya return yang didapatkan investor jika menyimpan asset berupa IHSG per 1 bulan. Untuk itu, kita hitung dapat sebagai berikut:

Return IHSGPeriode n = (Harga IHSGPeriode n+1 – Harga IHSGPeriode n) ÷ Harga IHSGPeriode n

atau dengan kata lain adalah harga periode sekarang dikurangi harga periode sebelumnya dibagi dengan harga periode sebelumnya.


Setelah menghitung return dari setiap periode, kita hitung rata – ratanya dengan menggunakan rata-rata geometric. Kenapa kita menggunakan rata – rata geometric? karena return yang didapatkan oleh investor dari suatu asset itu bukan kejadian yang independen, jadi jangan sampai salah kalau hitung return asset, kita sebaiknya gunakan rata – rata geometric, bukan rata – rata arithmetic biasa.

Tapi untuk menghitung rata – rata  geometric, nilai returnnya harus kita buat jadi positif, karena rumus geometric mean ini melibatkan akar, jadinya perlu dibuat positif dengan ditambah 1 sebagai berikut:


Setelah itu, kita bisa hitung dengan menggunakan formula dari spreadsheet yaitu =GEOMEAN(). Jangan lupa untuk dikurangi lagi dengan 1 karena diawal kita buat semua datanya jadi positif

Jadi monthly Market return (IHSG) dalam perhitungan kita adalah 1.220851921%. Setelah kita dapat monthly return (return bulnan), kita ubah itu jadi return tahunan. Caranya sebagai berikut:


Return Tahunan = (1+Return Bulanan)(jumlah bulan dalam 1 tahun) -1 = (1+Return Bulanan)12 -1 dan kita dapatkan nilainya sebesar Rm = 15.67509%.

Nilai β (Beta)

untuk menghitung nilai beta ini sebetulnya ada berbagai macam cara, tapi kali ini kita akan hitung dengan cara paling sederhananya saja yaitu menggunakan regression beta. Pada dasarnya Beta ( β) adalah gradien dari persamaan antara return asset dengan return market. Atau bagi teman-teman yang suka ngitung manual bisa pake rumus

Beta ( β) = Covariansi(return asset,return market) ÷ Variansi (return market)

Kalo cara paling mudahnya, kita tinggal gunakan fungsi =SLOPE(data_y,data_x) untuk mengetahui nilai betanya;

Data_y adalah return dari asset yang kita pilih; dalam contoh soal kali ini adalah return dari saham XL Axiata.
Data_x adalah market return yaitu return IHSG.


Setelah itu kita bisa dapatkan nilai beta nya yaitu  β = 0.781277281

Setelah semua variable kita dapatkan, kita tinggalkan masukkan saja ke dalam rumus

Cost of Equity = Rf + β*(Rm – Rf) = 4.75% +  0.781277281* (15.67509% – 4.75%) = 13.28553%

Jadi, dengan asumsi dan poin data yang kita ambil, kita dapatkan bahwa cost of equity dari PT XL Axiata adalah 13.28553%.

Referensi:

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Saham ? Pengertian, Contoh, Jenis, Keuntungan, Resiko

Apa itu Saham? Saham adalah jenis surat berharga yang menandakan kepemilikan secara proporsional dalam sebuah perusahaan penerbitnya. Saham kadang disebut ekuitas. Saham memberikan hak kepada pemegang saham atas proporsi aset dan pendapatan perusahaan.  Saham pada umumnya  dijual dan dibeli di bursa saham . Akan tetapi saham juga dijual secara pribadi. Transaksi saham harus sesuai dengan peraturan pemerintah yang dimaksudkan untuk melindungi investor dari praktik penipuan.  Secara historis, investasi saham telah mengungguli sebagian besar investasi lainnya dalam jangka panjang. Investasi saham dapat dilakukan melalui broker saham online atau sekuritas saham yang terdaftar di lembaga yang mengaturnya di sebuah negara.  Sebuah perusahaan terbuka menerbitkan / menjual saham dalam rangka mengumpulkan dana untuk menjalankan bisnisnya. Pemegang saham, ibaratnya telah membeli secuil perusahaan dan memiliki hak atas sebagian aset dan pendapatannya. Dengan kata lain, pemegan

Cara Membaca Grafik Saham di Bursa Efek

grafik candlestick saham Pergerakan harga instrumen finansial baik saham maupun forex biasanya digambarkan dalam bentuk grafik. Grafik ini memudahkan trader untuk mengetahui pola-pola pergerakan harga yang terjadi sebelumnya. Ada beberapa jenis grafik yang biasa dipakai di pasar finansial yaitu: Line Chart/Grafik Garis Bar Chart/Grafik Batang Candlestick Chart/Grafik Lilin Grafik  Line Chart  hanya memuat data harga dipenutupan perdagangan yang digambarkan dalam bentuk garis saja. Sementara  Bar Chart  dan  Candlestick Chart  hampir sama dikarenakan memuat data harga pembukaan, harga penutupan, harga tertinggi dan terendah. Hanya saja grafik candlestick lebih mudah dibaca dibandingkan grafik bar. Di samping itu keunggulan lain dari candlestick chart adalah mampu menampilkan psikologi pasar dengan tampilan yang lebih mudah dibaca. Berikut tampilan masing-masing chart menggunakan contoh Indeks S&P500: Line Chart Bar Chart Candlestick Chart Saya priba

Rekomendasi Saham BBRI, GGRM, DRMA dan ACST oleh RHB Sekuritas Indonesia | 26 Oktober 2023

RHB Sekuritas Indonesia 26 Oktober 2023 Muhammad Wafi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Bank Rakyat Indonesia terlihat kembali melakukan rebound disertai volume dan menguji resistance garis MA20 sekaligus resistance bearish channel-nya. Jika mampu breakout resistance garis MA20 maka akan mengkonfirmasi sinyal reversal dari fase bearish untuk menguji resistance garis MA50. Rekomendasi: Buy area disekitar Rp 5.125 dengan target jual di Rp 5.325 hingga Rp 5.575. Cut loss di Rp 5.000. PT Gudang Garam Tbk (GGRM) Gudang Garam terlihat melakukan rebound dan breakout resistance garis MA50 disertai volume dan menguji resistance garis MA20. Jika mampu breakout resistance garis MA20 maka akan mengkonfirmasi sinyal breakout menuju fase bullish dan menguji level tertingginya di bulan Oktober 2023. Rekomendasi: Buy area disekitar Rp 24.800 dengan target jual di Rp 25.375 hingga Rp 26.650. Cut loss di Rp 24.525. PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) Dharma Polimetal terlihat melakukan rebound d