(Baca juga: Apa itu Sell on Strength)
Direktur Utama PT Inalum, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Inalum siap memborong 20% saham divestasi INCO. Inalum bahkan sudah menghitung nilai saham produsen nikel tersebut. Valuasi itu berdasarkan instrumen pasar modal yang dianggap paling fair dalam menentukan proses akuisisi saham.
Hanya, Budi menyimpan rapat-rapat valuasi 20% saham INCO hasil perhitungan Inalum. Tapi, nilainya tak melebihi US$ 1,5 miliar atau Rp 21 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar AS). "Kami belum bisa share, tapi enggak sebesar itu (US$ 1,5 miliar). Kami sudah hitung angkanya," ujar dia saat ditemui di Gedung Parlemen, Senin (8/7).
Mengacu harga saham rata-rata INCO selama tiga bulan terakhir di posisi Rp 2.825 per saham, nilai 20% saham (setara 1,99 miliar unit saham) atau mencapai Rp 5,62 triliun.
Terkait kemampuan pendanaan, manajemen Inalum juga enggan buka-bukaan. Budi hanya memberikan isyarat, Inalum siap kembali menerbitkan obligasi. "Jika uangnya cukup, langsung. Kalau tidak, ya pinjam, bisa kami cari," ungkap dia.
Budi mengklaim, kondisi keuangan Inalum saat ini prima dengan ekuitas Rp 100 triliun dan mengantongi kas senilai Rp 20 triliun.
Meski demikian, Inalum tidak akan gegabah memborong 20% saham INCO. Mereka menunggu arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Jika Pak Jonan (Menteri ESDM) menyuruh, kami laksanakan karena lead sector-nya kan ESDM," ungkap Budi.
Bentuk tim
Kementerian ESDM sedang membentuk tim untuk melakukan valuasi saham divestasi yang diajukan manajemen INCO pada bulan ini. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak bilang, tim itu meliputi tiga kementerian terkait, yakni Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan.
Pemerintah mengharapkan hasil valuasi tim ini rampung bulan Agustus nanti. "Kami akan menyerahkan hasilnya ke tim. Nanti tim yang akan menetapkan. Jatuh tempo divestasi Oktober. Kami mengharapkan Agustus sudah bisa diketahui," ucap Yunus.
Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji menilai, INCO memiliki prospek positif. Hal itu terlihat dari sejumlah rencana ekspansi bisnis INCO untuk memperbesar kapasitas produksi nikel. "Misalnya pengembangan dua smelter di Bahodopi dan Pomalaa. Secara global juga pasokan nikel masih ketat di tengah meningkatnya permintaan," ujar dia.
Namun Nafan enggan memberikan kalkulasi nilai valuasi 20% saham INCO. Yang pasti, saham INCO akan menguntungkan bagi penyerapnya. "Prospeknya bisa menjadi pelengkap," kata dia.
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI), Irwandy Arif berpendapat, INCO memiliki cadangan nikel yang cukup banyak. Apalagi, komoditas nikel memiliki nilai strategis bagi industri, khususnya untuk pengembangan industri baterai yang sangat dibutuhkan pasar dalam beberapa tahun ke depan.
Berdasarkan analisis supply-demand, baik nasional maupun global, nikel masih menarik. "Vale itu cukup menarik dan strategis untuk industri hilir seperti baterai ke depan," ujar dia.
Komentar
Posting Komentar