(Baca juga: Cara Menggunakan Indikator Parabolic SAR)
Sekretaris Perusahaan Timah Amin Haris mengatakan perseroan menargetkan ekspor rata-rata 6.000 metrik ton per bulan. Sampai dengan Mei 2019, emiten berkode saham TINS itu telah merealisasikan ekspor mencapai 28.000 metrik ton.
“Untuk harga kami masih di range US$19.000 per metrik ton hingga US$20.000 per metrik ton. Masih sesuai dengan rencana kerja dan anggaran perusahaan [RKAP 201],” jelasnya kepada Bisnis.com, akhir pekan lalu.
Dia mengklaim kinerja perseroan sampai saat ini masih sesuai jalur. Faktor yang mendukung pencapaian tersebut yakni strategi perseroan serta reguluasi yang sudah jelas dari pemangku kepentingan.
Diberitkan Bisnis.com, sebelumnya, Direktur Keuangan Timah Emil Ermindra mengatakan target penjualan yang disusun dalam RKAP 2019 sebanyak 38.010 metrik ton tergolong rendah dan berpotensi untuk ditingkatkan. Apalagi, hasil produksi pada tahun lalu sudah mencapai 44.000 metrik ton.
Pada 2019, TINS berencana membina dan menampung bijih timah sebesar 75% dari produksi yang dihasilkan oleh tambang rakyat untuk menghindari monopoli. Alternatif lainnya, 60% bijih timah bersumber dari badan usaha milik negara (BUMN) dan 40% swasta.
Selain itu, tambang rakyat harus dibina sebagai mitra supaya mereka dapat kembali beroperasi. Dengan begitu, produksi timah Indonesia dapat menyentuh volume optimal hingga 70.000 metrik ton.
Sebagai catatan, TINS mengincar laba bersih Rp1,2 triliun pada 2019. Dengan demikian, perseroan memproyeksikan dapat mengantongi Rp100 miliar per bulan.
Pada kuartal I/2019, TINS membukukan pendapatan Rp4,23 triliun atau tumbuh 108,37% secara tahunan. Dari situ, laba bersih yang dibukukan senilai Rp301,27 miliar atau naik 452,38% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Komentar
Posting Komentar