(Baca juga: Memahami Price to Book Value)
Hal ini akan menguntungkan emiten pengelola lahan industri. Salah satunya adalah PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST).
Di empat bulan pertama tahun ini, Bekasi Fajar belum mencatatkan penjualan lahan. Namun, perusahaan ini optimistis di semester dua bisa menjual lahan dengan target 40 hektre (ha), naik 5 ha dari 2018.
Target tersebut akan mudah tercapai. Sebab, per April lalu, perusahaan ini sudah memperoleh komitmen permintaan lahan industri alias inquiry sebesar 81 ha dari perusahaan Jepang, China dan lokal.
Analis Sinarmas Sekuritas Richardson Raymond mengatakan, secara umum permintaan lahan industri di tahun ini tetap marak. Bahkan, permintaan berpotensi meningkat karena kondisi dalam negeri mendukung para investor global untuk investasi bisnis.
Lembaga pemeringkat global Standard & Poors (S&P) menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Rating utang jangka pendek juga membaik dari A-2 menjadi A-3. "Naiknya rating menunjukkan prospek pertumbuhan Indonesia akan membaik dan menambah kepercayaan diri investor global untuk berinvestasi secara langsung," kata Richardson.
Menurut Richardson, permintaan lahan berpotensi naik karena perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China membuat pengusaha menggeser tujuan investasi industri ke negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Analis Indo Premier Sekuritas Dea Fausta sepakat penjualan lahan Bekasi Fajar di semester II-2019 akan membaik. Kinerja Bekasi Fajar akan meningkat karena memiliki simpanan penjualan lahan alias 41 ha di April 2019, senilai Rp 1,2 triliun.
Rata-rata harga penjualan lahan alilas average selling price (ASP) Bekasi Fajar sekitar Rp 2,9 juta per m2. "Kami berharap BEST cepat mendapat pengakuan pembelian sehingga bisa meningkatkan pendapatan jadi Rp 600 miliar dengan asumsi ASP Rp 3 juta per meter persegi," tulis Dea dalam riset.
Selain itu, kinerja berpotensi naik karena BEST memiliki total landbank bersih seluas 707 ha per Maret 2019. Perusahaan ini juga menargetkan menambah landbank sebanyak 50 ha-60 ha di 2019.
Richardson menambahkan, bisnis lahan BEST terbilang tahan banting. Bahkan potensi penurunan suku bunga bank sentral AS dan Indonesia dinilai tidak berdampak langsung bagi kinerja BEST.
Bekasi Fajar lebih dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Sebab hal ini bisa meringankan beban utang Bekasi Fajar. Maklum, sepanjang 2018, laba bersih Bekasi Fajar turun 12,56% karena terbebani pelemahan rupiah hingga menekan margin.
Hingga akhir tahun ini, Richardson memprediksi pendapatan Bekasi Fajar naik satu digit, dengan laba bersih tumbuh 15%. Richardson dan Dea merekomendasikan buy dengan target harga Rp 320 per saham. Sementara Analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa merekomendasikan buy dengan target harga Rp 330 per saham.
Komentar
Posting Komentar