(Baca juga : Perbedaan Saham dan Obligasi)
Kabar yang beredar, lonjakan nilai transaksi itu tak lepas dari masuknya BRPT dalam anggota MSCI. Faktor ini memicu sejumlah pengelola dana besar memborong saham ini.
Di sisi lain, sentimen masuknya MSCI ini masih harus diuji. Sebab, fluktuasi harga minyak menjadi pengganjal saham ini.
Selasa (28/5) per pukul 16.15 WIB, harga minyak dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli di New York Metal Exchange melonjak 29,73% (ytd) jadi US$ 58,91 per barel. Kenaikan harga minyak berdampak negatif bagi kinerja keuangan BRPT.
Pasalnya, anak usaha Barito, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) sangat bergantung pada minyak mentah. "Minyak mentah merupakan bahan baku produk petrokimia," ujar Kepala Riset Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe, Selasa (28/5).
Dampak volatilitas harga minyak dunia sudah dirasakan emiten anggota Kompas100 tersebut. Laba bersih Barito tahun lalu turun 53,16% secara tahunan menjadi US$ 72,2 juta. Untungnya, pendapatan perusahaan ini masih mampu tumbuh sebesar 7,84% menjadi US$ 3,08 miliar.
Penurunan laba bersih tersebut disebabkan kenaikan biaya bahan baku Chandra Asri lantaran terpapar sentimen lonjakan harga minyak dunia. Tercatat, di 2018 lalu biaya bahan baku Barito naik 30% menjadi US$ 650 per ton.
Menurut Kiswoyo, menaikkan harga jual produk sejauh ini menjadi opsi yang paling mungkin dilakukan oleh Barito. Hal ini dilakukan untuk mengakali kenaikan harga minyak dunia.
Meski begitu, prospek bisnis perusahaan ini masih oke. Alasannya, kebutuhan produk petrokimia, seperti plastik, masih tinggi. "Hasil produksi kami cuma memenuhi 40% kebutuhan pasar, sisanya impor," jelas Agus Salim Pangestu, Direktur Utama Barito Pacific.
Chandra Asri kini tengah berupaya meningkatkan kapasitas produksi agar bisa meningkatkan pangsa pasar. Anak usaha BRPT ini tengah menyelesaikan pembangunan dua pabrik polipropilena. Targetnya, akhir tahun bisa selesai.
Namun, bulan depan, ada fasilitas pabrik Chandra Asri yang harus ditutup untuk perawatan. Selama kegiatan ini berlangsung, produksi akan dihentikan. Ini merupakan perawatan rutin empat tahunan. "Tahun ini waktunya diperkirakan lebih pendek, satu dua bulan," kata Direktur Chandra Asri Suryandi.
Analis menilai hal ini akan memengaruhi produksi. "Kami berekspektasi peningkatan volume penjualan produk petrokimia akan terbatas akibat produksi yang cenderung stagnan di tahun ini," tulis Lee Young Jun, analis Mirae Asset Sekuritas, dalam riset.
Lee merekomendasikan trading buy BRPT dengan target harga Rp 3.950 per saham. Kiswoyo merekomendasikan hold BRPT dengan target Rp 3.700 per saham. Kemarin, BRPT naik 4,85% ke Rp 3.820 per saham.
Komentar
Posting Komentar