(Baca juga: Memahami Pola Cup with Handle)
Rapat kreditur yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta itu dijadwalkan mulai pukul 10.00 WIB. Namun, agenda pemungutan suara baru digelar mulai pukup 15.30 WIB.
Beberapa kreditur mengeluh karena proposal perdamaian yang telah diajukan sebelumnya mengalami perubahan. Sementara, mereka baru menerima draf final proposal perdamaian pada pukul 11.00 WIB.
Sebelumnya, Tiga Pilar juga meminta penundaan pemungutan suara yang sedianya diagendakan berlangsung pada hari Rabu (22/5). Tiga Pilar beralasan tengah memperbarui proposal perdamaian. Alhasil, pemungutan suara diundur sehari kemudian
Andi Simangunson, Kuasa Hukum Tiga Pilar, mengatakan, secara prinsip, proposal perdamaian yang diajukan Tiga Pilar sebetulnya tidak mengalami perubahan. "Secara prinsip masih sama," ujar Andi kepada kreditur.
Salah satu perubahan dalam proposal final yang diajukan Tiga Pilar adalah mengenai masa tenggang alias grace period pembayaran kembali utang. Sebelumnya, Tiga Pilar mengajukan masa tenggang hingga 30 Juni 2020. Sehingga, pembayaran kembali utang akan dimulai pada 30 Juni 2020.
Namun, Andi mengatakan, pada proposal perdamaian final, masa tenggang pembayaran kembali utang maju menjadi akhir tahun 2018. Sehingga, pembayaran kembali atas utang akan dimulai pada akhir tahun ini juga.
Pengurus PKPU sebelumnya telah menetapkan daftar piutang tetap (DPT) Tiga Pilar senilai Rp 2,25 triliun. Tagihan tersebut berasal dari 21 kreditur konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 807,17 miliar dan 18 kreditur separatis (dengan jaminan) senilai Rp 1,44 triliun.
Ada juga tagihan dari dua kreditur preferen yang berasal dari tagihan pajak dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) senilai Rp 307 juta.
Nah, dalam proposalnya,Tiga Pilar mengajukan rencana restrukturisasi melalui mekanisme semi-annual cash sweep. Artinya, kas yang tersisa alias excess cash dari setiap periode enam bulan akan disalurkan untuk membayar tagihan.
Kas yang Tiga Pilar gunakan untuk membayar tagihan bersuber dari dividen anak perusahaan atau pembayaran kembali pokok dan bunga utang Tiga Pilar dari anak-anak perusahaan.
Sementara excess cash akan berjumlah sebesar saldo kas yang tidak dibatasi penggunaannya alias unrestricted cash pada akhir periode enam bulan dikurangi kebutuhan minimal untuk kas sebesar Rp 2 miliar. Kebutuhan kas minimal iniakan meningkat setiap tahun sesuai laju inflasi pada periode sebelumnya.
Opsi beli 25%
Pembayaran atas utang usaha, preferen, dan utang leasing akan mendapat prioritas dan dilunasi dalam waktu satu tahun.
Sementara utang obligasi dan sukuk ijarah akan dilunasi dalam waktu 10 tahun. Nah, selain mekanisme semi-anual cash sweep, Tiga Pilar akan menggunakan mekanisme lain untuk membayar utang obligasi dan sukuk ijarah.
Seperti diketahui, Obligasi I senilai Rp 600 miliar dan Sukuk Ijarah I senilai Rp 300 miliar yang Tiga Pilar terbitkan pada 2013 silam dijamin menggunakan aset tetap PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS), PT Poly Meditra Indonesia (PMI), dan PT Jatisari Srirejeki (JSR).
Sementara Sukuk Ijarah II senilai Rp 1,2 triliun yang Tiga Pilar terbitkan pada 2016 lalu dijamin menggunakan aset tetap PT Sukses Abadi Karya Inti (Sakti).
Karena itu, kreditur pemegang obligasi dan sukuk ijarah akan memperoleh tambahan pembayaran dari hasil penjualan aset Jatisari dan Sukses Abadi.
Seperti diketahui, Jatisari dan Srirejeki, bersama PT Dunia Pangan dan PT Indo Beras Unggul, pada 6 Mei lalu telah dinyatakan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pasca seluruh kreditur separatis menolak proposal perdamaian.
Suwandi, Kurator Kepailitan Dunia Pangan, sebelumnya telah menyatakan, hasil penjualan aset Jatisari dan Sukses Abadi akan dibayarkan kepada Bank Mega selaku wali amanat obligasi dan sukuk ijarah Tiga Pilar. Sebagai wali amanat, Bank Mega yang nantinya akan membagikan hasil penjualan aset tersebut secara pro rata kepada pemegang obligasi dan sukuk ijarah.
Dalam mekanisme pembayaran tagihan ini, Tiga Pilar juga memiliki opsi untuk membeli kembali surat utang milik pemegang obligasi dan sukuk ijarah. Pembelian kembali surat utang itu dilakukan di harga 25% dari nilai obligasi dan sukuk.
Pembelian kembali obligasi dan sukuk ini bisa Tiga Pilar lakukan hingga 2022. Andi mengatakan, tidak seluruh obligasi dan sukuk akan Tiga Pilar beli kembali. Tiga Pilar akan menentukan obligasi dan sukuk yang akan dibeli dengan memberikan surat pemberitahuan kepada pemegang obligasi dan sukuk.
Sementara mulai 2023, pemegang obligasi dan sukuk memiliki opsi untuk menukar sebagian atau seluruh tagihan menjadi saham biasa Tiga Pilar di harga Rp 200 per saham. Sisa tagihan yang tidak dikonversi akan dibayar melalui pembaran semi-annual cash sweep.
Khusus pemegang obligasi dan sukuk yang berstatus sebagai perusahaan BUMN memiliki opsi untuk memilih apakah mau mengonversi tagihannya atau tidak. Jika perusahaan BUMN tersebut memilih tidak mengonversi tagihannya menjadi saham, Tiga Pilar akan membayar tagihan mereka melalui mekanisme semi-annual cash sweep. Dalam kasus ini, opsi pembelian kembali surat utang tidak berlaku.
Nah, mekanisme restrukturisasi utang ini akan berubah jika ada kejadian pemicu alias trigger event.
Yang Tiga Pilar maksud dengan trigger event adalah jika Tiga Pilar memperoleh pendanaan ekuitas sebesar Rp 358 miliar atau lebih dalam jangka waktu tiga tahun sejak tanggal efektif proposal perdamaian.
Pasca trigger event, Tiga Pilar akan menghentikan pembayaran melalui mekanisme cash sweep. Namun, opsi pembelian kembali surat utang dan konversi menjadi saham akan tetap berlaku. Seluruh utang yang tersisa setelah pembelian kembali surat utang akan Tiga Pilar bayar ada 30 Juni 2029.
Khusus untuk BUMN pemegang obligasi dan sukuk yang memilih tidak mengonversi tagihan menjadi saham, mekanisme cash sweep juga akan dihentikan. Tiga Pilar akan membayar kembali pokok utang pada 30 Juni 2029.
Ketimbang pailit
Opsi pembelian kembali surat utang menjadi salah satu hal yang kreditur persoalkan. Beberapa kreditur mengira, Tiga Pilar akan membeli 25% porsi surat utang milik pemegang obligasi dan sukuk sementara 75% sisanya akan dikonversi menjadi saham.
Namun, dalam penjelasannya kepada kreditur, Andi mengatakan, Tiga Pilar akan membeli kembali surat utang di harga 25%.
Bagi sebagian kreditur, harga pembelian kembali sebesar 25% itu terlalu rendah. Itu artinya, dari nilai obligasi dan sukuk yang mereka pegang, mereka hanya akan memperoleh pengembalian sebesar 25%.
Toh, menurut Andi, opsi pembelian kembali surat utang di harga 25% itu sudah menjadi jalan terbaik bagi pemegang obligasi dan sukuk. Apalagi, mereka juga akan memperoleh tambahan pembayaran dari hasil penjualan aset Jatisari dan Sukses Abadi.
Ferita Tanudjaja, Direktur Sinarmas Financial Services, mengatakan, Sinarmas semula juga tidak bisa menerima pengembalian sebesar 25% dari nilai surat utang. Karena itu, Sinarmas yang dalam perkara ini bertindak sebagai pemohon berkali-kali melakukan negosiasi.
Toh, Tiga Pilar tetap kukuh dengan opsi tersebut. Hingga akhirnya, Sinarmas meminta agar pemegang surat utang tetap bisa melakukan penjualan aset pabrik beras milik Jatisari dan Sukses Abadi.
Penjualan aset beras memang menjadi salah satu pertanyaan yang diajukan kreditur. Beberapa kreditur meminta kepastian bahwa hasil penjualan aset beras akan dibayarkan kepada pemegang obligasi dan sukuk.
Hengky Koestanto, Direktur Utama Tiga Pilar, memastikan, hasil penjualan aset divisi beras yang menjadi jaminan obligasi dan sukuk akan dibayarkan kepada kreditur pemegang obligasi dan sukuk.
Menurut Ferita, proposal perdamaian yang diajukan oleh Tiga Pilar sudah lebih baik daripada sebelumnya. "Jika perusahaan pailit, kita cuma memperoleh aset beras," ujar Ferita kepada kreditur lainnya.
Maklum, Tiga Pilar merupakan perusahaan holding. Aset berupa pabrik, mesin, dan lain sebagainya merupakan aset yang dimiliki oleh anak usaha. Itu sebabnya, jika Tiga Pilar pailit, tidak ada aset yang bisa dijual untuk membayar tagihan kreditur.
Berakhir damai
Toh, tak seluruh kreditur mengamini pendapat Ferita. Seorang perwakilan kreditur yang enggan disebutkan namanya mengatakan, opsi pembelian surat utang seharga 25% terlalu rendah. Karena itu, pihaknya menolak menerima proposal perdamaian yang diajukan Tiga Pilar.
Rapat kreditur makin alot saat para kreditur yang diwakili oleh Bank Mega selaku wali amanat tidak satu suara. Beberapa kreditur seperti Asuransi Central Asia memilih sikap menolak proposal perdamaian Tiga Pilar. Asuransi Central Asia memiliki tagihan senilai Rp 130 miliar.
Namun, beberapa kreditur lain yang diwakili oleh Bank Mega menyatakan persetujuan atas proposal perdamaian Tiga Pilar.
Suara Bank Mega tentu penting dalam pemungutan suara. Sebab, Bank Mega mewakili sejumlah kreditur dengan nilai tagihan sekitar Rp 735 miliar. Perinciannya, tagihan sebesar Rp 480,8 miliar di kelompok kreditur separatis dan sebesar Rp 255 miliar dari kreditur konkuren.
Itu artinya, nilai tagihan kreditur yang diwakili Bank Mega mencapai sekitar 30% atau sepertiga dari seluruh nilai tagihan.
Sebelum pemungutan suara berlangsung, Andi selaku kuasa hukum Tiga Pilar sempat mengajukan keberatan jika Bank Mega menentukan sikap penolakan atas proposal perdamaian Tiga Pilar. Sebab, dalam kenyataannya, ada kreditur yang diwakili Bank Mega bersikap menerima proposal perdamaian.
Untungnya, pada saat penghitungan suara, suara Bank Mega dinyatakan abstain oleh pengurus PKPU. Sebab, dalam kertas suara, Bank Mega tidak menentukan pilihan apakah setuju atau tidak setuju terhadap proposal persadaian.
Di kertas suara baik untuk pemungutan suara kreditur konkuren maupun kreditur separatis, Bank Mega menulis bahwa 26% kreditur yang diwakili Bank Mega setuju sebanyak 49% tidak setuju, sementara sisanya abstain.
Karena itulah, suara Bank Mega baik untuk kelompok kreditur separatis maupun kreditur konkuren dinyatakan abstain.
Meski berjalan alot, Tiga Pilar akhirnya berhasil memperoleh persetujuan dari mayoritas kreditur.Berdasarkan perhitungan hasil pemungutan suara, sebanyak 13 kreditur konkuren yang mewakili tagihan senilai Rp 541 miliar memberikan persetujuan atas proposal perdamaian Tiga Pilar.
Satu kreditur konkuren menolak proposal perdamaian sementara satu kreditur lagi dinyatakan abstain.
Sementara sebanyak 14 kreditur separatis yang mewakili tagihan senilai Rp 960,4 miliar menerima proposal perdamaian yang diajukan Tiga Pilar.
Satu kreditir separatis menolak perdamaian dan satu kreditur lagi dinyatakan abstain.
Salah satu pengurus PKPU AISA Rizky Dwinanto mengatakan, hasil pemungutan suara telah memenuhi pasal 281 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Adapun beleid tersebut menyatakan bahwa rencana perdamaian bisa diterima berdasarkan persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur konkuren yang bersama-sama mewakili paling sedikit dua pertiga dari seluruh tagihan. Serta, persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur separatis yang mewakili sedikitnya dua pertiga dari seluruh tagihan.
Hari ini, majelis hakim akan menggelar sidang dalam rangka pengesahan alias homologasi rencana perdamaian. Jika majelis hakim mengesahkan perdamaian, itu artinya Tiga Pilar lolos dari lubang jarum pailit.
Komentar
Posting Komentar