MIKA: Keeping the balance
MIKA mencatatkan kenaikan volume pasien yang signifikan pasca mengakuisisi Kasih Grup di tahun 2017 dan mengkonversi beberapa rumah sakit Mitra Keluarga untuk melayani pasien JKN. Meski volume pasien meningkat, pendapatan per pasien turun seiring dengan biaya perawatan pasien JKN yang lebih murah sekitar 60%-70% dibanding pasien non-JKN. Kami menginisiasi HOLD untuk MIKA dengan target harga di Rp2.000 (implied EV/EBITDA 24,8x di 2019) atau dengan potensi downside sebesar 8,26%, yang disebabkan oleh: (1) normalisasi marjin laba kotor, akibat program JKN serta (2) melemahnya perputaran kas karena defisit dari BPJS kesehatan. Kami menggunakan metodologi valuasi free cash flow to firm (FCFF), dengan asumsi cost of equity sebesar 8,5% dengan terminal growth sebesar 5%.
Ruang pertumbuhan industri yang tinggi didukung program JKN. Dibandingkan dengan berbagai negara di dunia, belanja kesehatan Indonesia relatif lebih rendah dengan rasio terhadap PDB hanya sebesar 3,12% di tahun 2016 lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 6,73%. Hal ini mengindikasikan industri kesehatan di Indonesia masih memiliki ruang bertumbuh yang tinggi seiring dengan dukungan pemerintah. Anggaran kesehatan di APBN terus meningkat dari tahun 2014-2019 dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 15,6% YoY menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai pada tahun 2014 dan cakupannya telah mencapai 82,9% (1 April 2019), mendekati cakupan program yang sama di negara seperti Kosta Rika dan Jerman. Peningkatan cakupan juga diikuti peningkatan pemanfaatan fasilitas JKN yang menjadi indikasi meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Dengan demikian, kedepannya program JKN akan menjadi penopang utama pertumbuhan industri kesehatan di Indonesia.
Volume pasien meningkat, pendapatan per pasien menurun. Setelah mengakuisisi Kasih Grup dan mengkonversi beberapa rumah sakit untuk melayani anggota JKN, MIKA mencatatkan pertumbuhan volume pasien rawat inap dan rawat jalan yang signifikan di 2018, masing-masing mencapai 32,8% YoY dan 18,6% YoY. Meski demikian, penetrasi ke dalam program JKN memberikan dampak negatif terhadap pendapatan per hari rawat inap dan pendapatan per pasien rawat jalan yang masing-masing turun sebesar 11,2% YoY dan 6,7% YoY di 2018. Salah satu penyebabnya adalah biaya perawatan dari pasien JKN yang lebih rendah sekitar 60%-70% dibandingkan dengan pasien non-JKN. Dampak negatif ini lebih dirasakan oleh rumah sakit yang berada di area industri seiring dengan komposisi pasien 30% out-of-pocket dan 70% covered patient. Dengan demikian, kami memperkirakan penurunan pendapatan per pasien ini masih akan terus berlanjut seiring dengan meningkatnya cakupan program JKN kedepan.
Kinerja meningkat dengan efisiensi menjadi katalis penopang marjin. Sejalan dengan peningkatan volume pasien, kami memperkirakan pendapatan dan laba bersih masih akan bertumbuh sebesar 15,7% YoY dan 10,8% YoY di 2019 seiring dengan pertumbuhan volume pasien yang lebih tinggi dibanding dengan penurunan pendapatan per pasien. Marjin keuntungan diperkirakan cenderung stabil didukung oleh penerapan inisiatif efisiensi dengan mensentralisasi pembelian obat-obatan dan perlengkapan medis seluruh rumah sakit. Biaya obat-obatan dan perlengkapan medis berkontribusi sebesar 51,5% terhadap biaya pendapatan di 2018, dengan demikian kami memperkirakan efisiensi ini akan mampu menjaga marjin tetap stabil ditengah penurunan pendapatan per pasien.
Perputaran kas masih terkendala defisit BPJS Kesehatan. Keterlambatan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan masih terjadi seiring dengan meningkatnya defisit BPJS Kesehatan dimana pada tahun 2017, defisit mencapai Rp10,2 triliun membawa akumulasi defisit mencpaia Rp16,3 triliun. Dengan demikian, kami memperkirakan siklus konversi kas akan meningkat menjadi 38 hari di 2019 dan 39 hari di 2020. Meski demikian, MIKA masih mempunyai likuiditas yang cukup untuk melunasi kewajiban jangka pendek yang ditunjukkan dengan tingginya rasio kas di kisaran ~6,0x di tahun 2019 dan 2020.
Inisiasi HOLD dengan target harga Rp2.000 yang disebabkan: (1) normalisasi marjin laba kotor akibat program JKN serta (2) melemahnya perputaran kas karena defisit dari BPJS kesehatan. Dalam menentukan target harga, kami menggunakan metode free cash flow to firm (FCFF), dengan asumsi cost of equity 8,5% dan terminal growth 5%. Sehingga, kami menginisiasi HOLD untuk MIKA dengan target harga di Rp2.000 (implied EV/EBITDA 24,8x di 2019) atau dengan potensi downside sebesar 8,26% dari harga saat ini di Rp2.180.
Best Regards,
Panin Sekuritas
analisa saham MIKA |
Komentar
Posting Komentar