PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk (BIPI) mulai merealisasikan restrukturisasi bisnisnya tahun ini. Perusahaan yang dulu bermain di sektor pertambangan minyak ini akan lebih fokus menggarap pengembangan infrastruktur pertambangan, khususnya batubara, di Indonesia.
Direktur Utama PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Ray Anthony mengatakan, fluktuasi harga minyak menjadi alasan perusahaan tidak lagi fokus menggarap minyak. Per hari ini kami sudah lepas unit usaha minyak milik kami, ujar dia saat berkunjung ke Gedung Kontan, Kamis (11/4).
Saat ini, BIPI akan lebih fokus pada penyediaan infrastruktur tambang batubara mulai dari pelabuhan, penghancur batubara, coal preparation plant (CPP) hingga overland conveyor (OC). Unit usaha ini saat ini bahkan sudah tersebar di Sumatra, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. PT Astrindo Mahakarya Indonesia dan PT Mitratama Perkasa, merupakan dua anak usaha BIPI yang mengelola unit tersebut.
Ray menyebut potensi pembangunan infrastruktur tambang, terutama batubara, masih sangat besar. Ia memberikan contoh, Sungai Musi memiliki kapasitas 100 juta ton distribusi batubara bila dimanfaatkan secara maksimal. Sedangkan hingga hari ini belum sampai dua juta ton, papar Ray.
Chief Financial Officer (CFO) BIPI Michael Wong menambahkan, BIPI juga berencana melanjutkan pelunasan utang tahun ini. Hingga akhir 2018, nilai utang BIPI sudah berkurang menjadi sebesar US$ 500 juta dari sebelumnya US$ 1 miliar.
Perusahaan ini juga memastikan akan menahan dividen untuk sementara waktu, meski bisa mencatatkan keuntungan. Sebab, BIPI masih butuh modal untuk mengembangkan bisnisnya.
Perusahaan ini bahkan berencana menggelar rights issue. Namun, Michael belum mau merinci detail aksi korporasi tersebut Nanti akan kami umumkan, yang jelas sudah ada standby buyer," imbuh dia.
Belum berhenti sampai disitu. BIPI juga berencana memperbesar porsi kepemilikannya di joint venture (JV) PT Mega Abadi Jayatama. Ini supaya BIPI bisa mengkonsolidasikan kinerja keuangan perusahaan patungan tersebut ke pembukuan BIPI.
Maklum, kinerja BIPI terbentur oleh ketentuan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK). Aturan ini membuat BIPI tidak bisa menyertakan pendapatan sejumlah anak usahanya.
Itu mengapa BIPI sepanjang 2018 hanya mencatat pendapatan US$ 27,1 juta. Meski lompat lebih dari 700%, tapi ini bukan angka yang sebenarnya.
Selama ini, BIPI hanya bisa mencatatkan kontribusi anak usaha sebagai keuntungan investasi. Restrukturisasi perlu dilakukan supaya pasar tahu jika sebenarnya kinerja keuangan perusahaan sejauh ini cukup baik. "Kalau terkonsolidasi semua, kami bisa mencatatkan pendapatan sebesar US$ 200 juta," terang Michael.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar