BBTN: High cost of fund as the major challenge
BBTN mencatat laba bersih yang in-line dengan ekspektasi (PANS/kons: 22,6%/22,5%). Laba bersih tercatat sebesar Rp 723 miliar, tumbuh lebih rendah (1Q19: +5,67% yoy vs 1Q18: 15,13% yoy). Hal ini disebabkan oleh peningkatan beban bunga yang agresif (1Q19/1Q18: +38,17%/+15,32% yoy) seiring dengan mengetatnya likuiditas di pasar keuangan. Penyaluran kredit tercatat masih tumbuh positif (3M19/3M18: 19,57/19,34%yoy) ke Rp 242 triliun di 3M19. Deposito tumbuh melambat (3M19/3M18: 10,98/23,54%yoy) ke level Rp 216 triliun di 3M19, menyebabkan LDR meningkat menjadi 112,19% di 3M19 (vs 104,12% di 3M18). Kami merekomendasikan BUY (sebelumnya HOLD) dengan target harga Rp2.850/saham, menyusul harga saham 3,6% ytd. Namun, kami masih mengantisipasi downside risk: 1) pertumbuhan provision sebagai dampak dari adopsi IFRS 9, meningkatkan credit cost hingga 60-70bps do 2019 dan membatasi pertumbuhan net profit di level 10-14% YoY di 2019, 2) tingginya cost of fund dan porsi time deposit dalam struktur pendanaan, yang membatasi BBTN dalam menahan penurunan marjin serta 3) kenaikan suku bunga akan menahan pertumbuhan kredit pada non-subsidized loan.
Baca juga : Akumulasi pada Saham
BBTN mencatat laba bersih yang in-line dengan ekspektasi (PANS/kons: 22,6%/22,5%). Laba bersih tercatat sebesar Rp 723 miliar, tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun lalu (1Q19: +5,67% yoy vs 1Q18: 15,13% yoy). Hal ini disebabkan oleh peningkatan beban bunga yang cukup agresif (1Q19/1Q18: +38,17 yoy/15,32% yoy) seiring mengetatnya likuiditas di pasar keuangan. Sementara itu, perlambatan pertumbuhan CKPN (1Q19/1Q18: +22,31/49,88%yoy) dan peningkatan pendapatan bunga (1Q19/1Q18: +21,69% yoy/15,71% yoy) berhasil menahan penurunan yang lebih dalam terhadap laba bersih. Management masih optimis akan mencatat pertumbuhan laba bersih di 15-16% yoy di 2019, didorong oleh pertumbuhan operating income yang diperkirakan akan mencapai 25-30% yoy di 2019 sebagai dampak dari optimalisasi dari kenaikan jumlah rekening dan digitalization yang sedang dilakukan.
Risiko likuiditas meningkat. Penyaluran kredit tercatat positif (3M19/3M18: 19,57/19,34%yoy) ke Rp 242 triliun di 3M19. Namun demikian, jika dilihat secara segmentasi, penyaluran kredit paling agresif terjadi pada segmen non-KPR, yaitu segmen konsumer dan komersial. Sementara, kredit KPR masih tumbuh kuat, di level +19,11% yoy di 3M19, didukung oleh KPR subsidi (1Q19/1Q18:+28,87/32,96%yoy) dan KPR non-subsidi(1Q19/1Q18 +14,37/12,24%yoy). Deposito tumbuh melambat (3M19/3M18: 10,98/23,54%yoy) ke level Rp 216 triliun di 3M19. Perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga ini disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan giro (1Q19/1Q18:+4,22/22,55 %yoy) dan tabungan (1Q19/1Q18:-1,80/43,35%yoy) sebagai dampak dari pencairan giro dari lembaga Pemerintah untuk melakukan bisnis dan mengetatnya likuiditas di pasar keuangan. Pertumbuhan kredit yang lebih agresif dari pertumbuhan deposito ini yang menyebabkan LDR meningkat menjadi 112,19% di 3M19 (vs 104,12% di 3M18).
Baca juga : Pengertian Dividen Saham
NPL meningkat ke level 2,92% di 1Q19 (1Q18: 2,78%). Kenaikan NPL ini didorong oleh kredit konstruksi (1Q19/1Q18: 6,16%/3,86%) dan kredit konsumer (1Q19/1Q18: 2,17%/1,67%) sebagai dampak dari siklus awal tahun, dimana terjadi keterlambatan pencairan dana di BUMN karya. Hal ini juga terjadi pada special mention loan (SML) yang mengalami kenaikan menjadi 10,67% di 1Q19 (vs 10,19% di 1Q18), didorong oleh peningkatan SML pada sektor konstruksi, konsumer, dan KPR non-subsidi. Peningkatan NPL ini dan hapus buku di BTN Syariah mengakibatkan coverage ratio mencapai 45,07%, lebih rendah dari target management di 2019, yaitu 70-75%. Namun demikian, management optimis target tersebut akan tercapai seiring percepatan recovery dari kredit yang menurunkan outstanding NPL.
Margin menurun seiring mengetatnya likuiditas. Net interest margin tercatat turun sebesar 58bps yoy ke 3,63% di 1Q19. Hal ini disebabkan oleh kenaikan cost of fund (1Q19: 6,07% vs 1Q18: 5,04%) seiring kenaikan pertumbuhan time deposit yang lebih agresif (1Q19/1Q18:-20,13/16,87%yoy). Sementara, loan yield hanya naik sedikit menjadi 10,31% di 1Q19 (vs 10,8% di 1Q18). Dengan pembiayaan yang agresif di 13-15% yoy di 2019 management optimis akan mencatat NIM sebesar 4,3- 4,4% di 2019.
Baca juga : Strategi Buy On Weakness Dalam Trading Saham
Kami merekomendasikan BUY dengan target harga Rp2.850/saham. Namun, kami mengantisipasi downside risk: 1) pertumbuhan provision sebagai dampak adopsi IFRS 9, yang akan meningkatkan credit cost hingga 60-70bps di 2019 dan membatasi pertumbuhan net profit di 10-14% YoY di 2019 2) tingginya cost of fund dan porsi time deposit dalam struktur pendanaan, yang membatasi BBTN dalam menahan penurunan marjin serta 3) kenaikan suku bunga akan menahan pertumbuhan kredit non-subsidized loan. Kami merekomendasikan BUY (sebelumya HOLD) menyusul penurunan harga saham sebesar 3,6% ytd, dengan TP: Rp 2.850 (implied PB 1,17x di 2019).
Best Regards,
Panin Sekuritas
Komentar
Posting Komentar