TPIA: Shrinking spread
TPIA merupakan perusahaan petrokimia terintegrasi dan terbesar di Indonesia. Kapasitas produksi olefin dan poliolefin TPIA mencapai 1,3 juta ton dan 816 ribu ton per tahun. TPIA juga merupakan market leader di pasar domestik baik untuk olefin (52%) maupun poliolefin (PP 29%, PE 24%). Saat ini kondisi domestik sedang kekurangan pasokan petrokimia. Namun demikian, kondisi di tingkat global berbeda dan terjadi excess supply yang akan terus melebar hingga tahun 2024. Neraca TPIA cukup solid dengan tingkat profitabilitas yang baik, namun dengan adanya tekanan pada price spread yang disebabkan oleh kondisi excess supply pada tingkat global, margin pressure diperkirakan masih akan terjadi di 2019. Kami menginisiasi HOLD dengan target harga Rp5.370 (implied EV/EBITDA 15,0x di 2019), disebabkan oleh: (1) penurunan pendapatan atas maintenance yang akan dilakukan di 2019 serta (2) kenaikan supply petrokimia global yang akan menurunkan price spread dan berimbas pada tekanan marjin.
Perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia TPIA merupakan perusahaan petrokimia terintegrasi dan terbesar di Indonesia yang terbentuk pada tahun 2011 atas merger PT Tri Polyta Indonesia Tbk dan PT Chandra Asri. Pendapatan utama TPIA berasal dari penjualan polyolefin (46,0%), olefin (30,4%), styrene monomer (16,1%), dan butadiene (7,1%). TPIA memiliki kapasitas produksi terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi olefin dan polyolefin secara berurutan mencapai 1,3 juta ton dan 816 ribu ton per tahun. TPIA merupakan produsen utama olefin di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 52% dari total persediaan domestik yang mencapai 2,6 juta ton. Selain itu, TPIA juga merupakan market leader untuk poliolefin domestik dengan pangsa pasar sebesar 27,1% dengan rincian 29% untuk polypropylene (PP) dan 24% untuk polyethylene (PE).
Permintaan domestik masih tinggi untuk produk petrokimia. Hingga tahun 2020, sebagian besar produk petrokimia yang menjadi main contributor atas penjualan TPIA diestimasikan masih dalam kondisi excess demand di pasar domestik. Ethylene, propylene, PE dan PP masing-masing akan kekurangan pasokan domestik secara berurutan mencapai 929 juta ton, 94 juta ton, 716 juta ton dan 953 juta ton. Namun patut diwaspadai bahwa, selisih antara permintaan dan penawaran global diestimasikan melebar, dimana tren demand to supply ratio global akan terus turun dikarenakan tingkat pertumbuhan kapasitas produksi yang lebih tinggi. Kapasitas ethylene dan propylene global 2019 – 2024 diperkirakan tumbuh dengan CAGR 4,5% dan 4,2%, sedangkan laju pertumbuhan konsumsi hanya sebesar 3,2% dan 3,9%. Untuk PE dan PP, pertumbuhan kapasitas produksi sebesar 5,0% dan 4,8% untuk 2019 – 2024 dengan pertumbuhan konsumsi sebesar 4,0% dan 4,4%. Sehingga kami mengestimasikan penurunan spread harga rata-rata petrokimia kedepannya yang akan berdampak pada tekanan margin produsen petrokimia secara umum.
Neraca solid namun profitabilitas diproyeksikan masih akan tertekan. Net gearing TPIA per 9M18 berada pada level -0,06x atau net cash atau lebih baik dari rata-rata industri (peers: 0,14x). Neraca yang kuat turut mendukung kemampuan ekspansi TPIA yang merencanakan capex sebesar USD465 juta dan USD312 juta untuk 2019 dan 2020. Dari profitabilitas, TPIA memimpin dengan gross profit margin dan EBITDA margin pada level 17,6% dan 17,2% di 9M18 (peers: 13,4% dan 10,0%). Secara historis, pertumbuhan pedapatan TPIA cukup baik dimana di 2018 kami proyeksikan pendapatan sebesar USD2,6 miliar (+9,5% YoY). Namun di 2019, dengan adanya rencana maintenance, pendapatan masih akan mengalami penurunan -15,2% YoY menjadi USD2,2 miliar.
Kami menginisiasi HOLD dengan target harga Rp5.370. Kami merekomendasikan HOLD untuk TPIA dengan target harga pada Rp5.370 (implied EV/EBITDA 15,0x di 2019) atau potensi downside sebesar -5,6%, disebabkan oleh: (1) penurunan pendapatan atas maintenance yang akan dilakukan di 2019 serta (2) kenaikan supply petrokimia global yang akan menurunkan price spread dan berimbas pada tekanan marjin. Upside risk dari rekomendasi kami adalah tren penurunan harga minyak yang dapat menjadi buffer untuk penurunan laba yang lebih dalam.
Best Regards,
Panin Sekuritas
Komentar
Posting Komentar