Kontribusi terbesar pendapatan tersebut hadir dari proyek pembangunan infrastruktur sebesar 76%, konstruksi 17%, dan kemudian diikuti oleh sektor fondasi 5%, dan sisanya sebesar 2% dari proyek lainnya.
Tetapi pertumbuhan pendapatan Acset Indonusa tidak sejalan dengan laba bersih yang berhasil diraih. Tercatat laba bersih tahun 2018 Acset Indonusa anjlok 88,13% menjadi Rp 18,3 miliar dari sebelumnya di tahun 2017 sebesar Rp 154,2 miliar. Hal itu tentunya ikut menurunkan laba per saham di tahun 2018 menjadi Rp 26 per saham dari sebelumnya di tahun 2017 Rp 220 per saham.
"Penurunan laba bersih perseroan dikarenakan beberapa perubahan yang terjadi pada proyek berjalan yang berakibat pada pengakuan kenaikan biaya konstruksi dan biaya keuangan terkait penyelesaian proyek berjalan," kata Corporate Communication ACST, Maria Cecilia Hapsari dalam siaran persnya, Rabu (27/2).
Lebih lanjut Maria menuturkan jika perolehan kontrak baru di 2018 adalah sebesar Rp1,6 triliun. Sepanjang tahun 2018, ACSET berperilaku selektif dalam partisipasinya di proses tender proyek.
Hal ini dilandasi dengan adanya prinsip Know Your Counterparts (KYC) yang diterapkan secara militan dalam setiap kerangka kerja Perusahaan. "Selain itu, ada beberapa tender yang mengalami penundaan hingga ke tahun 2019, sehingga berdampak pada perolehan kontrak baru yang belum optimal," tuturnya.
Ia mengungkapkan bila beberapa proyek yang berhasil Acset Indonusa dapatkan di tahun 2018 antara lain Mixed-Used Development Kebon Sirih yang dikerjakan dalam skema Joint Operation bersama dengan Woh Hup (Private Limited), soil improvement di Pelabuhan Patimban, Subang dan Penambahan Ruas Tol Balaraja Barat-Cikande Paket 1 dan 2.
Hingga kini, Acset Indonusa diketahui masih mengerjakan sejumlah proyek dengan total kontrak senilai Rp 7,1 triliun, yang mana terdiri dari carry over order tahun 2017 dan kontrak baru tahun 2018. Untuk tahun 2019, Acset Indonusa telah menetapkan target perolehan kontrak baru sebesar Rp 15 triliun.
Komentar
Posting Komentar