Harga CPO kontrak April 2019 ditutup menguat sebesar 32 poin ke level RM 2.258 pada perdagangan Bursa Malaysia Derivatives Exchange (BMD), Selasa (22/1).
Kepala Riset Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe menilai, seperti emiten sektor komoditas lainnya, kenaikan harga CPO akan meningkatkan harga saham emiten sawit. “Secara umum, jika harga komoditas membaik, saham komoditas akan ikut naik juga,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (22/1).
Kiswoyo menilai, harga CPO ditopang oleh beberapa faktor. Pertama, penerapan kebijakan biodiesel B20 di Indonesia dan B10 di Malaysia. “Untuk di Indonesia nampaknya akan ditingkatkan menjadi B30 dan B20 di Malaysia,” ujarnya.
Selain itu, Rencana replanting perkebunan sawit rakyat di tahun ini bisa menjadi pendorong peningkatan permintaan CPO. “Hal ini karena perkebunan rakyat 40% dari total kebun sawit di Indonesia. Kalau replanting bisa sampai 50%, produksi akan merosot sehingga harga akan naik,” jelasnya.
Faktor lainnya, Kiswoyo menyoroti kekeringan yang akan melanda Indonesia pada tahun ini. “Jika tahun ini kekeringan, berarti tahun depan panennya akan berkurang sehingga menekan supply,” katanya.
Kiswoyo memprediksi harga CPO akan berada di level support-resistance sekitar RM 2.000-RM 2.500 sampai akhir tahun ini.
Untuk saham emiten CPO, Kiswoyo merekomendasikan saham PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) dengan target harga Rp 300, saham PT Gozco Plantations Tbk (GZCO) dengan target harga Rp 150, PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dengan target harga Rp 1.800, dan Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan target harga Rp 15.000 sampai akhir tahun ini.
Kiswoyo bilang, untuk saham BWPT dan GZCO dengan tanaman yang masih muda, diharapkan pendapatan dan laba bersih akan naik pesat. Untuk LSIP, meskipun golden age sudah di tahap lanjut, mereka masih bisa menghasilkan dengan baik. Untuk pertimbangan rekomendasi saham AALI, karena mereka termasuk bluechip dalam saham perkebunan.
Komentar
Posting Komentar