Harga Saham PPRE (PP Presisi), Sudah Murah? | BIA #84
Oleh : dr. Bram Irfanda
PT PP Presisi Tbk., PPRE , anak usaha PT Pembangunan Perumahan, PTPP , Harga sahamnya sudah turun 20% dari posisi tertinggi di 2018. Apakah harga saham PPRE Sudah murah? Apakah Bisnis nya Mengkhawatirkan?
Periode tahun 2014 hingga 2017 merupakan periode emas industri konstruksi yang didorong oleh pesatnya pembangunan infrastuktur yang dilakukan Pemerintahan Presiden Jokowi. Hal ini tercermin dari pengeluaran Pemerintah untuk infrastuktur yang meningkat tajam dari sebesar Rp155 triliun di tahun 2014 menjadi Rp401 triliun di tahun 2017 atau mengalami Tingkat Pertumbuhan Tahunan Majemuk/Compound Annual Growth Rate (CAGR) 4 tahun sebesar 37,3%..
Karena Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah untuk infrastruktur yang tinggi itu, maka PTPP secara cerdas merencanakan pembelian dan pengembangan PPRE, sehingga hanya dalam waktu 4 tahun yakni sejak 2014, PPRE sudah berhasil melakukan IPO dengan market cap rp. 4 Trilyun lebih..
PPRE dari tahun 2014 hingga tahun 2017 telah melakukan transformasi bisnis dari bisnis formwork dan penyewaan alat berat yang merupakan core business benih PPRE -PJA- menjadi Perusahan konstruksi terintegrasi berbasis alat berat yang terkemuka di Indonesia yang mampu memberikan value added kepada para konsumennya melalui 5 lini bisnis yang dimilikinya, yaitu civil work, ready mix, foundation, formwork dan penyewaan alat berat..
Transformasi yang dilakukan PPRE sejak 2014, baik lewat akuisisi dan pertumbuhan organic, membuat pendapatan dan laba bersih PPRE meningkat drastis..
Transformasi bisnis yang dilakukan PPRE telah mengantarkan Perseroan pada Tingkat Pertumbuhan Tahunan Majemuk/Compound Annual Growth Rate (CAGR) Pendapatan sebesar 115%. Sebuah pertumbuhan yang sangat pesat..
Namun, angka pertumbuhan sebesar 115% per tahun, mustahil untuk dipertahankan dalam angka panjang, jadi tahan diri anda…
Sabar..
Karena sebuah pertumbuhan organik yang sehat, rata-rata tingkat pertumbuhan pertahun hanya diangka 20-30% dalam jangka panjang..
Melihat rekam jejak PPRE dalam pertumbuhan bisnis dan mengatur kondisi keuangannya, maka mencatatkan pertumbuhan konstan 20-30% pertahun dalam 5-10 tahun, agaknya cukup masuk akal..
Namun, ada potensi bahaya dari Transformasi Bisnis fase II PPRE yang rencananya diljalankan mulai 2018 sampai 2022..
Karena Selain berencana masuk ke bisnis Konstruksi lain, seperti erector pembangkit listrik dan
Mechanical electrical , PPRE akan masuk ke bisnis non konstruksi, seperti kontraktor pertambangan ,
transportasi serta logistik. Untuk bisnis konstraktor pertambangan, memang saat ini PPRE sudah memiliki pengalaman dalam bisnis Kontraktor pertambangan batubara, walaupun masih skala kecil. Tapi untuk transportasi dan logistik?
mmhh..
Masih hijau..
Ini berarti, akan ada curva belajar yang sangat mungkin menghasilkan kerugian, baik kecil maupun besar..
Selain itu, karena terinspirasi hasil Transformasi bisnis phase 1 yang menghasilkan CAGR pendapatan sebesar 115% per tahun, maka manajemen PPRE mencanangkan target transformasi bisnis phase 2 dari tahun 2017 hingga 2022 akan menghasilkan CAGR pendapatan sebesar 50%. Well, Menurut saya, tumbuh 50% setiap tahun disaat ukuran PPRE sudah demikian besar, bisa membuat PPRE mengambil resiko yang tidak perlu. Apalagi, dalam proses Transformasi bisnisnya, PPRE rajin melakukan akuisisi. Akuisisi tentu saja boleh, namun akuisisi suatu perusahaan di bisnis baru yang PPRE masih hijau, bisa menyimpan bahaya.
Akuisisi suatu perusahaan di bisnis baru yang PPRE masih hijau, bisa membuat PPRE belum mampu mengenali nature bisnis baru dimana PPRE terjun ke dalamnya..
Akibatnya, bisa timbul kegagalan bisnis dan kerugian bagi pemegang saham. Hal ini ditambah, biasanya manajemen bukanlah orang yang ahli dalam alokasi aset, sehingga sering mengakuisisi perusahaan lain dengan harga premium. Hal ini sudah terbukti di PPRE dimana saat mengakuisisi LMA, harga belinya -menurut saya- kemahalan..
Hobby Akuisisi juga bisa menimbulkan
masalah etis dan psikologis, dimana manajemen jadi berlomba-lomba untuk mengakuisisi perusahaan lain agar harga saham naik atau agar pendapatannya naik tinggi, sehingga kolega dan atasan menganggap manajemen ini hebat..
Ini bahaya karena bisa menimbulkan konflik kepentingan, seperti yang terjadi di kisah menjulang dan menukiknya Enron..
Bila menilik hasil dari Transformasi bisnis fase I, lini bisnis Utama PPRE saat ini adalah di Bisnis Pekerjaan Sipil. Penyewaan peralatan Konstruksi saat ini hanya menduduki peringkat ke 2 dari pendapatan PPRE dan Sebentar lagi, sepertinya bisnis Ready Mix PPRE, juga akan mengambil alih posisi penyewaan alat konstruksi karena bisnis Ready Mix biasanya bergandengan erat dengan bisnis pekerjaan sipil. Peralihan pemegang Tahta Bisnis utama PPRE ini, di lain sisi menyebabkan terjadinya penurunan margin laba mengingat margin laba civil work lebih kecil dibandingkan margin penyewaan alat berat..
Laba bersih PPRE tahun 2018 ditargetkan sebesar Rp605 miliar, meningkat 152% dari laba bersih tahun 2017 yang sebesar Rp240 miliar. Laba bersih pemilik induk PPRE di tahun 2018 ditargetkan sebesar Rp434 miliar. Penetapan target 2018 yang meningkat signifikan dari kinerja 2017 ini, karena PP Presisi memiliki Order Book carry over dari tahun 2017 sebesar Rp9 triliun, sehingga dengan tambahan kontrak baru 2018 yang ditargetkan hingga sebesar Rp8 triliun, maka Order Book 2018 menjadi sebesar Rp17 triliun. Selain itu, PP Presisi juga memiliki recurring income dari 3 kontrak pekerjaan coal hauling yang dapat memberikan kontribusi pendapatan berkisar 10% hingga 15%..
Dari paparan diatas, Secara umum Kinerja bisnis PPRE termasuk baik, dan bila mampu menjaga transformasinya untuk lebih prudent terutama dalam hal akuisisi, maka PPRE bisa menjadi salah satu raksasa Konstruksi di Indonesia..
Semoga..
PT PP Presisi Tbk., PPRE , AR 2017
Komentar
Posting Komentar