KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) masih menghadapi banyak tantangan tahun ini. Utamanya, daya beli masyarakat yang masih lemah dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
Pada paruh pertama 2018, penjualan bersih KLBF naik 3,1% menjadi Rp 10,38 triliun dari periode yang sama tahun lalu, Rp 10,06 triliun. Kenaikan disumbang peningkatan kinerja empat segmen produk. Segmen obat resep tumbuh 2,7%, produk kesehatan naik 0,7%, nutrisi 3,4% dan distribusi meningkat 4,7%.
Penjualan ekspor juga tumbuh 7,8% menjadi Rp 576,16 miliar dari Rp 534,5 miliar di periode sama tahun sebelumnya. Kontribusi penjualan ekspor meningkat dari sebelumnya 5% menjadi 6%.
Peningkatan penjualan diikuti kenaikan beban 5,4% jadi Rp 210,37 miliar. Kenaikan beban terutama disebabkan kenaikan beban pabrikasi sebesar 3,1%, beban penjualan naik 5,8% dan beban penelitian naik 18,3%.
Laba kotor KLBF juga naik tipis 1,4% menjadi Rp 4,9 triliun. Dus, rasio laba kotor terhadap penjualan turun menjadi 48,1% dari tahun sebelumnya sebesar 48,9%.
Rasio laba kotor tergerus lantaran kurs rupiah loyo. Utang KLBF dalam dollar AS meningkat 48,7% setara dengan Rp 180,23 miliar. Periode tahun sebelumnya, utang KLBF berdenominasi dollar AS setara Rp 121,2 miliar.
Bukan hanya utang yang membuat perusahaan rentan terpapar efek pelemahan rupiah. KLBF juga mengandalkan bahan baku impor. Sebesar 40%-50% pembeliannya menggunakan kurs dolar AS.
Untungnya, di semester pertama 2018, KLBF masih dapat mempertahankan laba bersih seperti tahun lalu, sebesar Rp 1,21 triliun. Sebab, Kalbe mengerek harga rata-rata penjualan produk nutrisi dan konsumer segmen menengah.
Namun, lantaran persaingan di industri farmasi dan produk kesehatan kian ketat, serta menghadapi tantangan pelemahan rupiah, KLBF merevisi turun target pertumbuhan penjualan bersih dari 7%-9% menjadi sekitar 5%-7%.
Target ini dipasang berdasarkan asumsi kenaikan harga rata-rata penjualan sebesar 1% hingga 2%. Tetapi, perusahaan ini tak mengubah target margin laba operasional di level 14,5%-15,5%.
"Fokus kami adalah mempertahankan pangsa pasar dan tetap menjaga efisiensi biaya, serta terus mewaspadai dampak pergerakan rupiah," kata Bernadus Karmin Winata, Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan Kalbe Farma, Selasa (31/7).
Menurut Bernadus, untuk mempertahankan tingkat laba operasional, Kalbe akan terus mengelola efektivitas kegiatan pemasaran dan memonitor biaya-biaya operasional.
Masih prospektif
Mimi Halimin, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, juga memangkas prediksi pertumbuhan laba bersih KLBF jadi 2,3%. Meski begitu, dia menilai, dalam jangka panjang KLBF masih prospektif. "Meningkatnya kesadaran kesehatan masyarakat Indonesia bisa menguntungkan KLBF yang punya diversifikasi bisnis cukup bagus," kata Mimi, Kamis (2/8).
Selain itu, KLBF menganggarkan belanja modal cukup agresif, sekitar Rp 1 triliun hingga Rp 1,5 triliun untuk perluasan kapasitas produksi dan distribusi. Catatan saja, hingga akhir tahun ini, Kalbe mematok target transaksi ekspor sebesar Rp 1 triliun.
Maklum, sejumlah produk nutrisi dan konsumer KLBF sudah jadi jawara di negara tujuan ekspor, seperti Filipina, Myanmar dan Vietnam. Untuk itu, Mimi masih merekomendasikan trading buy saham KLBF dengan target harga Rp 1.550 per saham.
Perkiraan Kepala Riset Narada Asset Manajemen Kiswoyo Adi Joe, target penjualan KLBF masih bisa tercapai di tahun ini. "Namun net profit bisa tertekan, karena sentimen kurs," kata dia.
Kiswoyo merekomendasikan hold KLBF. Kemarin (2/8), KLBF ditutup turun 3,31% ke Rp 1.315 per saham.
Baca juga:
Komentar
Posting Komentar