KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Drama sengketa saham antara PT BFI Finance Tbk (BFIN) dan PT Aryaputra Teguharta belum berakhir. Merasa dirugikan, Aryaputra mengirim surat terbuka kepada calon pembeli 19,9% saham BFIN, Compass Banca SpA.
"Dalam surat itu, kami mengatakan bahwa objek yang diperjualbelikan itu sedang bersengketa," ujar Asido M. Panjaitan, kuasa hukum Aryaputra dari kantor hukum HHR Lawyer, Rabu (8/8).
Sehingga, perusahaan keuangan asal Italia itu seharusnya mengikuti prinsip hukum caveat emptor. Artinya, pembeli harus awas dan menunjukkan itikad baik jika dia tahu objek yang ditransaksikan sedang dalam sengketa. Apalagi, Compass adalah perusahaan internasional.
Langkah Aryaputra menyurati Compass bukan tanpa dasar. Perusahaan ini berpegang pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan Aryaputra sebagai pemilik sah atas 32,32% saham BFIN. Atas dasar putusan ini, profil perusahaan dan Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) milik BFIN diblokir.
Sayang, Trinugraha Capital & Co SCA selaku pemegang 42,8% saham BFIN justru meneken perjanjian jual beli bersyarat atawa conditional sale purchase agreement (CSPA) dengan Compass dan beberapa investor lain.
Jika Compass bukan merupakan special purpose vehicle (SPV), melainkan perusahaan yang sebenarnya, maka Compass pasti punya itikad baik untuk mengkaji lagi rencana pembelian tersebut. Namun, Aryaputra siap melanjutkan langkah hukum jika Compass tidak merespons surat terbuka tersebut.
Asido menambahkan, pihaknya juga butuh peran otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk ikut serta mengawal rencana tersebut. Soalnya, putusan PTUN itu sifatnya memiliki kekuatan hukum yang mengikat pihak terkait, tak terkecuali BEI. "BEI harus melakukan tindakan konkret," tegas Asido.
Dia menambahkan, Aryaputra juga bakal terus meminta apa yang menjadi haknya. Sebagai pemegang 32,32% saham BFIN seperti yang diputuskan PTUN, perusahaan akan menagih dividen yang tidak dibayarkan sejak 2007.
Komentar
Posting Komentar