Mulai kemarin (23/7), China mulai mengadakan penyelidikan anti-dumping terhadap sejumlah barang impor ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. Barang-barang seperti baja billet tahan karat (billet stainless steel) masuk dalam daftar penyelidikan.
Aksi tersebut disinyalir bisa mempengaruhi kinerja emiten-emiten baja seperti PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST), PT Beton Jaya Manunggal Tbk (BTON) dan PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA).
Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan, untuk menghadapi aksi dumping tersebut pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi efek dari aksi perang dagang antara AS dan China terutama soal kenaikan bea impor baja dan aluminium.
"Selain itu, pemerintah juga perlu menetapkan tarif pajak bagi barang-barang yang masuk ke Indonesia karena kalau dibiarkan bebas tanpa kontrol bisa mengganggu kinerja emiten-emiten baja," jelasnya, Selasa (24/7).
Sedangkan untuk emiten baja, Nafan menyarankan untuk melakukan mitigasi risiko dan menerapkan strategi yang tepat untuk penjualan produk baja.
"Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut juga bisa melebarkan bisnis ke produk berbasis precast atau beton untuk konstruksi yang tentu masih sangat dibutuhkan bagi pembangunan infrastruktur di Tanah Air. Proyek-proyek infrastruktur ini bisa menopang kinerja emiten-emiten baja," tambahnya.
Sementara itu, direktur Pemasaran KRAS Purwono Widodo saat dihubungi kontan.co.id mengatakan bahwa perusahaannya tidak terdampak dengan ancaman dumping yang dilakukan China. "Krakatau Steel juga tidak memproduksi baja tahan karat (stainless steel) dan tidak melakukan aktivitas ekspor ke China," jelasnya, Selasa (24/7).
Purwono kemudian menambahkan bahwa kalaupun ada dumping, yang terkena bukan produk yang dihasilkan Krakatau Steel karena perusahaan ini masih fokus pada pasar domestik, meski tetap ada alokasi ekspor terutama ke negara-negara Asia Tenggara.
Direktur Keuangan GDST Hadi Sutjipto turut mengungkapkan hal yang sama. "Perusahaan kami tidak ada transaksi dagang dengan China dan tidak memiliki aktivitas ekspor ke sana sehingga aksi tersebut tidak berpengaruh bagi kinerja perusahaan kami," terangnya.
Kinerja kuartal I 2018
Sebagai informasi, pada tiga bulan pertama di kuartal I 2018, KRAS membukukan kenaikan pendapatan 38,85% dari US$ 350,139 juta menjadi US$ 486,17 juta.
Meski KRAS sukses menekan jumlah beban keuangan 17,50% menjadi US$ 23,139 juta dari US$ 27,189 juta.
Namun, KRAS masih menderita rugi sebesar 76,5% dari US$ 20,699 juta turun menjadi US$ 4,864 juta.
Sementara itu, di tiga bulan pertama tahun ini, GDST membukukan kenaikan pendapatan sebesar 14,8% dari Rp 304,281 miliar menjadi Rp 349,238 miliar
Namun, kenaikan pendapatan belum mampu mendongkrak kenaikan laba bersih GDST. Laba bersih GDST pada kuartal I tahun ini mengalami penurunan tajam 84% dari Rp 19,71 miliar menjadi Rp 3,16 miliar.
Hal ini disebabkan karena GDST mengalami kenaikan beban keuangan 64,01% dari Rp 2,32 miliar menjadi Rp 3,810 miliar.
Sedangkan, kinerja BAJA pada tiga bulan pertama 2018 membukukan pendapatan sebesar Rp 321,24 miliar atau naik dari Rp 277,27 miliar pada periode yang sama di tahun lalu.
Namun, BAJA mengalami penurunan beban keuangan sebesar 11,07% menjadi Rp 6,96 miliar dari Rp 7,837 miliar. Hal ini menyebabkan BAJA mengalami peningkatan kerugian 82% menjadi Rp 5,51 miliar dari Rp 3,03 miliar.
Lalu, kinerja BTON pada tiga bulan pertama 2018 membukukan kenaikan pendapatan sebesar 29,51% menjadi Rp 29,24 miliar dari Rp 22,58 miliar pada periode yang sama di tahun lalu.
BTON mengalami peningkatan beban keuangan sebesar 100% menjadi 1,794 miliar dari Rp 958,4 juta. Hal ini menyebabkan BTON mengalami peningkatan kerugian sebesar 358% menjadi Rp 8,43 miliar dari Rp 1,85 miliar.
Diminta wait and see
Dari sisi saham, Nafan menyarankan agar wait and see saham-saham seperti GDST maupun BTON. Alasannya karena pergerakan saham-saham tersebut masih belum stabil.
"GDST misalnya sempat mengalami penguatan tapi sekarang malah stagnant atau menunjukkan jenuh beli. Begitupun dengan BTON sempat berada di level 386 yang saya perkirakan sebagai titik puncak, sekarang malah mengalami penurunan meski secara fundamental memiliki kinerja yang cukup baik tahun ini," tandasnya.
Sedangkan untuk BAJA, ia menyarankan untuk melakukan trading jangka pendek dengan harga Rp 135 per saham.
Lalu untuk KRAS, Nafan merekomendasikan untuk melakukan akumulasi beli di jangka menengah hingga jangka panjang dengan harga Rp 650 - Rp 755 per saham. "Secara teknikal diharapkan harga KRAS mampu menembus garis atas dari down channel," tambahnya.
Sebagai informasi, pada penutupan perdagangan hari ini, harga saham GDST stagnan di level Rp 232 per saham dan BTON naik 3,88% ke level Rp 268 per saham. Sementara itu, BAJA naik 0,79% ke level Rp 128 per saham. Lalu, KRAS naik 7,62% ke level Rp 452 per saham.
http://investasi.kontan.co.id/news/simak-rekomendasi-saham-baja-di-tengah-maraknya-isu-dumping
Komentar
Posting Komentar