Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta kepada Bank Tabungan Negara untuk melakukan evaluasi terhadap penghargaan kegiatan pemasaran Meikarta Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam keterangannya di Jakarta, Minggu menyatakan hal itu karena Mega proyek Meikarta, hingga kini masih banyak menimbulkan pertanyaan publik, terutama terkait perizinannya dan bahkan dari segi tata ruang.
Dikatakannya, pada saat hal itu belum dituntaskan, Bank BTN justru memberikan penghargaan kepada managemen Meikarta melalui "BTN Golden Property Award" untuk kategori "The Breakthrough Phenomenal Marketing Campaign" pada 11 September 2017 lalu. Penghargaan semacam itu diberikan kepada pelaku pembangunan (developer) yang dianggap berhasil dan berjasa.
Menurut BTN, kata Tulus, pengembang Meikarta dipandang sebagai pelaku pembangunan yang berhasil mendorong dan menggairahkan industri properti dengan inovasi marketing yang dilakukan. Padahal, kata Tulus, hingga saat ini, manakala marketing dan promosi yang dilakukan oleh pengembang Meikarta begitu bombastis, tetapi di sisi lain patut diduga kuat pengembang Meikarta belum melengkapi berbagai perizinan dan bahkan menabrak banyak aturan. Menurut catatan YLKI, sedikitnya ada tiga (tiga) aturan yang diduga kuat ditabrak oleh kegiatan pemasaran yang dilakukan Lippo Group terkait projek Meikarta.
Pertama, pasal 42 UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Etika Pariwara Indonesia "Karenanya tidak pantas dan tidak etis jika pemasaran yang melanggar hukum dan etika tersebut justru diberikan apresiasi oleh BTN yang notabene representasi pemerintah, " kata Tulus menegaskan.
Menurut dia, hal itu dikhawatirkan akan memberikan preseden buruk bagi pelaku pembangunan lain untuk melakukan tindakan serupa dan membuat konsumen semakin jatuh ke dalam posisi yang beresiko yang dalam jangka panjang justru membahayakan industri properti itu sendiri.
Tulus menambahkan seharusnya manajemen BTN dalam memberikan award kepada suatu pengembang hal utama yang dijadikan kriteria adalah aspek "compliance" (kepatuhan terhadap hukum/peraturan perundang-undangan).
Selain itu, juga transparansi/informasi produk, dengan menginformasikan semua perijinan yang sudah dimiliki pengembang pada brosur/pameran dan semua media promosi lainnya.
Maka dari itu, tegasnya, selain mendesak agar hal itu dievakuasi, juga pengembang Kota Meikarta untuk beritikad baik dengan menunda seluruh kegiatan pemasaran, iklan dan promosi yang sudah terlanjur dilakukan. (end)
IQPLUS
Komentar
Posting Komentar