Meski harganya melambung tinggi dalam beberapa pekan terakhir, tetapi analis memperkirakan timah akan mengalami koreksi sesaat. Pasar masih menanti hasil pertemuan sejumlah bank sentral di Jakson Hole. Di tengah proses penantian tersebut, diperkirakan akan terjadi aksi ambil untung karena penguatan yang sudah terlalu tinggi.
“Kemungkinan akan terjadi aksi profit takingkarena pasar masih fokus ke Jakson Hole,” ujar Andri Hardianto, Analis PT Asia Tradepoints Futures kepada Kontan, Kamis (24/8).
Menurut Andri, sampai Ketua The Fed Janet Yellen menyampaikan pidatonya pada Jumat (25/8), harga timah berpotensi mengalami koreksi terbatas. Kalau petinggi bank sentral AS itu kembali memberi sinyal kenaikan suku bunga akan dilakukan dalam waktu dekat, dollar AS berpeluang menguat dan menekan harga timah.
Satu-satunya sentimen negatif yang bisa menghalau laju harga hanya tinggal dollar AS. Kalau valuasinya semakin melambung, maka ini berpotensi menekan harga timah. Namun karena sokongan fundamental yang lebih unggul kemungkinan pelemahan hanya akan sesaat.
"Akhir kuartal III kemungkinan di US$ 21.000 per metrik ton," imbuhnya.
Kata Andri, secara teknikal, saat ini harga sedang bergulir diatas garis moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200 yang mengindikasikan penguatan. Sinyal serupa juga diperlihatkan dari posisi indikator relative strength index (RSI) yang berada di level 56,7 dan indikator moving average convergence divergence (MACD) di level 97. Sedangkan indikator stochastic justru menunjukkan peluang pelemahan karena sudah berada di area overbought level 98.
Untuk Jumat (25/8), diperkirakan hatga timahakan bergerak pada kisaran US$ 20.350 – US$ 20.600 per metrik ton dan sepekan berikutnya berada pada rentang US$ 20.150 – US$ 20.700 per metrik ton.
Kontan
Komentar
Posting Komentar