google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Analisa Saham | Sektor Properti | 10 Juli 2017 Langsung ke konten utama

Analisa Saham | Sektor Properti | 10 Juli 2017

Pasar kita terus mengalamai penurunan semenjak IHSG menembus level 5,900. Kabarnya market crash, ada juga yang mulai hitung-hitung P/E IHSG katanya kemahalan. Ada lagi yang bilang tinggalkan pasar, dan masih banyak, dan masih buanyakk lagi. Hasilnya? Ya, banyak orang yang takut.

Mereka bisa berkata demikian, lalu bagaimana dengan saya?

Oh, kalau saya mah cuek saja. Buat saya sangat wajar jika orang-orang yang mengejar saham di harga tinggi kini dihantui ketakutan.

Ingat! Mengejar saham yang harganya sudah tinggi itu seperti mengejar layangan ang sedang terbang tinggi dengan harapan dapat lalu diterbangkan lebih tinggi lagi. Mereka mengejar hal yang hampr mustahil. Dengan ilustrasi layangan, bayangkan kapan Anda baru bisa dapat layangan tersebut? Jawabannya, saat layangannya putus atau robek sehingga tidak bisa terbang lagi. Artinya, jika Anda mengejar saham yang harganya sudah tinggi lalu dapat, kemungkinan karena sahamnya sudah mau koreksi atau paling sialnya sudah mau turun. And the bad news is, biasanya turunnya lama dan cukup dalam.

So, daripada mengejar layangan terbang, mengapa tidak membeli layangan baru yang masih baru, lalu terbangkan sendiri?

Anda pasti tahu maksud saya jika dikembalikan ke pasar modal. Coba tebak…

Ya, jawabannya beli yang masih murah secara fundamental, dan harganya belum naik.

Tahun lalu sampai sekarang, kita sedang euforia saham-saham batubara. Tidak salah sih, memang kondisinya baru beberapa yang naik, masih ada yang berpotensi naik ditopang dengan kenaikan harga acuan batubara sendiri.

Tapi, ingat kembali, saham-saham tersebut ibarat layangan yang sudah mulai terbang. Lagipula dari grafiknya sektor MINING ini mulai kurang menarik, banyak dijumpai sideways, aksi take profit, dll.

Sekarang ini saya melihat sektor PROPERTY adalah sektor yang mulai undervalue. Seperti tahun 2015 dimana sektor MINING memasuki titik terendahnya, banyak investor putus asa, dan sekarang menjadi “bintang”di pasar. Menurut saya, sektor PROPERTY akan ada waktunya kembali menjadi “bintang”. It’s all about time.

Tahun 2015, investor lokal pesimis dan menjauhi sektor MINING. Wajar sih, karena banyak perusahaan batubara yang bangkrut, sampai-sampai saya punya teman yang kerja di perusahaan bidang batubara saja kena PHK karena perusahaannya bangkrut. Dan yang saya ingin bilang adalah, saat ini Anda mungkin sudah hampir lupa bagaimana putus asanya Anda ketika tahun 2015 melihat banyak saham batubara “hangus” di pasar modal.

Saham-saham seperti ADRO, DOID, PTBA, ITMG, termasuk BUMI sekarang mungkin sedang mengisi portofolio Anda, baik posisinya naik maupun turun. Saya beritahukan pada Anda, masih bisa naik. Namun jangan serakah. Akan ada waktunya take profit pada setiap sektor yang “manggung” dan digantikan sektor baru.

Nah, bagaimana dengan sektor PROPERTY? Tentu saja menarik, sekali lagi, menariikkk…

Menariknya apa? Ya secara fundamental, misalnya jika dinilai dari PBV, banyak yang sudah mencapai angka di bawah 1x. Dalam ilmu fundamental, PBV semakin kecil semakin bagus tapi jangan berpikir yang minus akan lebih bagus lagi he he he…

Sektor ini juga berbeda dengan sektor MINING pada tahun 2015 lalu, sampai hari ini mereka masih bisa mencetak laba walaupun menurun. Belum ada (dan saya doakan tidak ada) yang bangkrut. Properti, bagaimanapun termasuk dalam kebutuhan manusia sehingga bisnis properti selesu apa pun sangat kecil kemungkinan tidak bisa bertahan dan pasti ada saja laba yang dicetak.

Soal kebijakan, wuaahh sudah terlalu banyak kebijakan yang menguntungkan sektor ini. Investor asing pun selalu diundang untuk investasi di infrastruktur dan properti. FYI, kedua sektor ini berkaitan secara langsung. Infrastruktur yang maju akan memajukan properti juga. Tidak percaya? Mari lihat berita, berapa banyak yang memperkirakan infrastruktur yang sedang digenjot di negara kita akan berdampak positif terhadap harga properti. Tentu saja mereka tidak asal ngecap. Mereka akan dianggap bodoh apabila memaksakan fakta menjadi teori. Faktanya, di luar negeri jika infrastrukturnya maju pasti harga propertinya mahal-mahal, seperti di China dan Jepang.

Dari pengalaman dan pengamatan terhadap luar negeri, mereka dapat kesimpulan bahwa hal yang sama dapat terjadi di Indonesia, dan menurut saya itu benar. Info dari beberapa teman, harga-harga properti semakin naik.

Kembali ke topik, kita tidak perlu menunggu ada tutup usaha atau kebangkrutan pada perusahaan-perusahaan properti karena peluangnya hampir mustahil.

Yang perlu kita lihat adalah fundamentalnya. Mulailah koleksi saham-saham properti yang harganya mulai murah secara bertahap. Prediksi saya, tahun 2018 sektor ini mulai pulih.

Walaupun masih ada beberapa saham yang fundamentalnya masih agak mahal seperti PWON (PBV-nya masih 2x). Namun jika nanti benar terjadi sektor ini pulih, maka fundamentalnya mahal pun masih tetap akan ikut pulih. We’ll see.

Saat ini beberapa dari Anda sedang berpikir “Ah, WH pompom ae lau“. But hey, Anda pikir sejarah tidak bisa terulang? Sektor MINING saja bisa bangkit, maka sektor lain juga pasti bisa.

Saat ini pasar kita sedang terganggu dengan masalah dari luar negeri. Justru ini semakin menjadi kesempatan. Harga saham sektor PROPERTY semakin menurun, which means semakin murah fundamentalnya.

Lalu, saham apa saja yang murah dan bisa mulai dibeli?

Well, kalau list sahamnya saya pasti bisa kasih. Tapi kalau harganya harus tunggu, syukur-syukur semakin murah, betul?

Oke, beberapa saham ini adalah saham yang saya pribadi suka dan sedang dijadikan watch list:

ASRI, BKSL, BSDE, PPRO, SMRA, WIKA dan WTON. Sudah, itu saja. Dan beberapa sudah saya mulai koleksi, saya nabung saham. Anda mau ikut?

William Hartanto

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Saham BBRI, GGRM, DRMA dan ACST oleh RHB Sekuritas Indonesia | 26 Oktober 2023

RHB Sekuritas Indonesia 26 Oktober 2023 Muhammad Wafi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Bank Rakyat Indonesia terlihat kembali melakukan rebound disertai volume dan menguji resistance garis MA20 sekaligus resistance bearish channel-nya. Jika mampu breakout resistance garis MA20 maka akan mengkonfirmasi sinyal reversal dari fase bearish untuk menguji resistance garis MA50. Rekomendasi: Buy area disekitar Rp 5.125 dengan target jual di Rp 5.325 hingga Rp 5.575. Cut loss di Rp 5.000. PT Gudang Garam Tbk (GGRM) Gudang Garam terlihat melakukan rebound dan breakout resistance garis MA50 disertai volume dan menguji resistance garis MA20. Jika mampu breakout resistance garis MA20 maka akan mengkonfirmasi sinyal breakout menuju fase bullish dan menguji level tertingginya di bulan Oktober 2023. Rekomendasi: Buy area disekitar Rp 24.800 dengan target jual di Rp 25.375 hingga Rp 26.650. Cut loss di Rp 24.525. PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) Dharma Polimetal terlihat melakukan rebound d...

PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk (GOLD) Catat Pendapatan Rp35,64 Miliar Hingga September 2022

PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk (GOLD) mencatat pendapatan Rp35,64 miliar hingga periode 30 September 2022 naik dari pendapatan Rp32,97 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya. Laporan keuangan perseroan Rabu menyebutkan, beban pokok pendapatan naik menjadi Rp13,29 miliar dari Rp11,91 miliar dan laba kotor naik menjadi Rp22,34 miliar dari laba kotor Rp21,06 miliar tahun sebelumnya. Beban usaha naik menjadi Rp7,58 miliar dari Rp6,90 miliar membuat laba operasi naik tipis menjadi Rp14,76 miliar dari laba operasi Rp14,16 miliar tahun sebelumnya. Laba sebelum pajak menjadi Rp13,93 miliar naik dari laba sebelum pajak Rp13,17 miliar dan laba bersih yang diatribusikan ke pemilik entitas induk mencapai Rp13,14 miliar naik dari laba bersih Rp12,24 miliar tahun sebelumnya. Jumlah liabilitas mencapai Rp41,41 miliar hingga periode 30 September 2022 naik dari jumlah liabilitas Rp34,44 miliar hingga periode 31 Desember 2021 dan jumlah aset mencapai Rp394,69 miliar hingga periode 30 Se...

Money Flow Index | Penggunaan dan Setting Indikator MFI

Apa itu Money Flow Index (MFI)? Money Flow Index (MFI) adalah osilator teknis yang menggunakan harga dan volume untuk mengidentifikasi kondisi jenuh beli atau jenuh jual dalam aset. Hal ini juga dapat digunakan untuk melihat divergensi yang memperingatkan perubahan tren harga. Osilator bergerak antara 0 dan 100. Tidak seperti osilator konvensional seperti Relative Strength Index (RSI) , Money Flow Index menggabungkan data harga dan volume, sebagai lawan dari harga yang adil. Untuk alasan ini, beberapa analis menyebut MFI sebagai "the volume-weighted RSI". Money Flow Index pada Indonesia Composite Kunci dalam Memahami Indikator MFI Indikator biasanya dihitung menggunakan 14 periode data. Pembacaan MFI di atas 80 dianggap overbought dan pembacaan MFI di bawah 20 dianggap oversold. Overbought dan oversold tidak selalu berarti harga akan berbalik, hanya saja harga mendekati tinggi atau rendah dari kisaran harga terbaru. Pembuat indeks, Gene Quong dan Avru...