JAKARTA. Pelaku pasar tengah fokus mencermati rencana pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan membahas rencana kenaikan suku bunga yang dijadwalkan 15 Maret mendatang.
Proyeksi kenaikan suku bunga The Fed ada di kisaran 0,25%. Meski dampak kenaikan fed fund rate sudah diantisipasi, namun tetap akan ada gejolak pasar yang perlu dicermati.
Wilson Sofan, Kepala Riset Erdhika Elit Sekuritas mengatakan, naiknya suku bunga The Fed akan membuat dana asing keluar dari pasar emerging, termasuk Indonesia. Hal ini pun bakal menekan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Dia mengatakan, nilai tukar rupiah bisa melemah namun masih di kisaran Rp 13.500 per dollar AS. Pelemahan nilai tukar ini akan membuat sejumlah emiten terpapar dampaknya. Khususnya emiten yang bergantung pada bahan baku impor.
Misalnya saja, emiten farmasi seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan PT Indofarma Tbk (INAF). Tekanan nilai tukar berpotensi membuat saham emiten tersebut terkoreksi sementara.
Tahun ini, KLBF memang sudah melihat adanya potensi pelemahan nilai tukar sehingga memproyeksi pertumbuhan yang konservatif. Pasalnya, mayoritas bahan baku KLBF adalah produk impor, risiko fluktuasi kurs terhadap produsen obat ini pun menjadi tinggi.
David Sutyanto, Analis First Asia Capital juga mengatakan, selain sektor farmasi, emiten otomotif juga akan terkena dampak negatif nilai tukar rupiah. Termasuk PT Astra International Tbk (ASII).
Dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah mencapai 5.409, David menilai IHSG akan cenderung terkoreksi. "Koreksi ini menjadi wajar. Meskipun tidak ada kenaikan suku bunga The Fed pun, IHSG yang sudah berada di level tersebut berpotensi turun," ujarnya kepada KONTAN, Senin (13/3).
Menurut David, sentimen The Fed akan membuat investor melakukan aksi ambil untung alias profit taking. Sehingga, IHSG berpotensi melemah ke level 5.200. Terlebih, pasar menganggap rencana kenaikan suku bunga ini lebih cepat dari rencana semula.
Wilson juga mengatakan, emiten perbankan besar yang banyak dikoleksi investor asing tentu akan mengalami tekanan. Sementara emiten dengan bahan baku impor akan mengalami kenaikan cost of goods sold (COGS) atau harga pokok penjualan.
"Begitu juga emiten-emiten yang banyak memiliki utang dalam dollar AS," imbuhnya.
Sehingga, emiten-emiten tersebut harus dihindari. Namun ia memperkirakan, pelemahan rupiah kemungkinan hanya akan bertahan pada satu kuartal dan kemudian bisa kembali stabil lagi.
Sementara itu, emiten yang akan menikmati keuntungan adalah emiten berbasis ekspor seperti emiten perkebunan dan komoditas pertambangan. Sehingga, David merekomendasikan saham ADRO, PTBA, ANTM, MEDC, dan LSIP. Sementara itu, Wilson merekomendasikan saham-saham yang berbasis penjualan di dalam negeri seperti saham AISA.
http://investasi.kontan.co.id/news/meramal-emiten-yang-terpapar-efek-the-fed
Komentar
Posting Komentar