Jakarta - Pemerintah kembali menaikkan pajak (cukai) crude palm oil (CPO) alias minyak sawit mentah beberapa hari yang lalu. Kenaikan pajak ini tidak seperti kenaikan pajak pada umumnya, sebab ada hal penting terkait kenaikan pajak ini. Ada efek apa dibalik kenaikan pajak ekspor CPO ini?
Tapi sebelum itu, Sambil menyambut awal pekan hari ini, mari kita review kembali IHSG pada pekan kemarin.
IHSG pada pekan kemarin ditutup menguat 0,13% ke level 5,360.77. Penguatan IHSG pada pekan lalu, terjadi di saat pasar masih menunggu kebijakan internasional Presiden Amerika Donald Trump, khususnya terkait hubungan dagang Amerika dengan negara lain.
Penguatan IHSG ini didukung oleh lima sektor di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan penguatan terbesar terjadi pada sektor properti (+0,59%) dan infrastruktur (+0,11%).
Sementara itu, mengakhiri akhir pekan lalu, Indeks Dow Jones menguat 0,94% ke level 20.071,46. Kenaikan ini didorong oleh kenaikan saham bank di wall street, akibat Trump yang menandatangani perintah kepada jajaran pemerintah Amerika untuk menjalankan deregulasi perbankan.
Saya lihat, IHSG hari ini masih berpotensi menguat terbatas dengan range penguatan 5350-5450, sambil menunggu rilisnya data PDB Indonesia dari BPS.
Sejak 2014, Indonesia menghadapi cuaca panas kering akibat El Nino. Namun, kondisi cuaca berangsur berubah sejak pertengahan 2016 menjadi cenderung basah dan kini mengalami hujan deras.
Hal itu merupakan salah satu alasan di balik membaiknya produksi CPO. Namun, akibat kenaikan CPO ini, pemerintah pun juga akan ikut menaikkan pajaknya. Apa alasannya? Mari kita simak selengkapnya.
Perbaikan Harga CPO
Cuaca panas El Nino yang terjadi tahun lalu telah menyebabkan perbaikan harga terhadap CPO. Namun, seiringnya waktu, iklim tersebut pun berlalu dan digantikan dengan cuaca basah yang pas untuk masa penanaman sawit.
Peristiwa alam ini ternyata membawa berkah bagi harga CPO yang nyaman bertengger di atas 3.000 ringgit Malaysia per ton sejak pekan keempat November 2016. Harga CPO masih stabil di atas level 3.000 ringgit per ton sampai paruh pertama 2017 karena belum pulihnya produksi akibat cuaca hujan di Malaysia, Thailand, dan Indonesia.
Dalam kondisi curah hujan yang tinggi volume panen tidak akan sebesar saat cuaca normal, sehingga hal ini berdampak terhadap kenaikan harga CPO.
Terdongkraknya harga CPO juga disebabkan proyeksi pelemahan ringgit terhadap dolar AS. Sekitar 80% minyak kelapa sawit di Malaysia dijual ke pasar ekspor, sehingga pelemahan mata uang ringgit membuat harga menjadi lebih murah bagi pengguna mata uang lainnya.
Walaupun demikian, pasar masih dibayangi pertumbuhan suplai dalam jangka panjang setelah terganggunya produksi akibat kendala cuaca. Oleh karena itu, tren penguatan harga CPO akan terasa terutama pada kuartal I/2017.
Harga CPO Melesat
Pasca libur di perdagangan Rabu 1 Februari lalu, harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) berhasil mendulang kenaikan lebih dari 1% hingga pertengahan perdagangan pekan lalu ini.
Harga CPO kontrak pengiriman April 2017 di Malaysia Derivative Exchange melesat 1,39% ke level RM 3.071 per metrik ton dibanding hari sebelumnya.
Penguatan ini terjadi akibat, kebijakan dari negara Malaysia yang menaikkan larangan ekspor sawit sebesar 4,3% menjadi 1,16 juta ton dibanding bulan sebelumnya.
Selain itu, harga CPO juga mendapat angin segar akibat libur pada perdagangan CPO di Malaysia rabu kemarin, sehingga mengalami rebound teknikal. Hal ini dimanfaatkan oleh para pelaku kasar untuk melakukan bargain hunting untuk memanfaatkan harga demi mendulang keuntungan.
Kenaikan Pajak CPO
Pemerintah menetapkan untuk menaikkan Bea Keluar (BK) untuk CPO sebesar US$ 18 per metrik ton sejak Februari 2017 lalu. Keputusan ini berdampak cukup signifikan terhadap industri CPO di tanah air.
Penetapan BK ini mengikuti naiknya harga referensi produk CPO di pasar dunia dari US$ 788,26 per metrik ton menjadi US$ 800 per metrik ton. Jadi, alasan utama pemerintah menaikkan pajak ekspor CPO ini, akibat ikut naiknya harga CPO di pasar dunia.
BK CPO sebelumnya ditetapkan hanya sekitar US$ 3 per metrik ton, lalu menguat hingga US$ 18 akibat kenaikan referensi harga CPO sebesar US$ 800-850 per metrik ton. Kenaikan pajak ini memang ditetapkan secara progresif, mengikuti perkembangan kenaikan harga CPO di pasar dunia.
Bea keluar CPO nantinya berpengaruh pada harga TBS (Tandan Buah Segar) di tingkat petani. Jika semakin besar bea keluarnya, maka kemungkinan besar harga TBS pun akan ikut turun.
Dengan adanya kenaikan pajak ekspor tersebut, pemerintah berharap bisa menjaga performa kenaikan CPO untuk mengembangkan industri-industri CPO dalam negara, terutama menaikkan pendapatan ekspor di sektor CPO.
Hal ini tentunya akan berdampak positif terhadap saham-saham di sektor CPO, seperti BWPT dan GZCO. Kenaikan CPO yang diperkirakan akan terjadi hingga akhir kuartal 1 tahun ini, diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan serta harga saham-saham dalam perindustrian CPO Indonesia. (ang/ang)
https://finance.detik.com/market-research/d-3414533/pajak-minyak-sawit-kembali-naik-apa-pengaruhnya
Komentar
Posting Komentar