Jakarta - Bijih Besi merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur, tidak hanya di Indonesia tapi juga dunia. Di Indonesia sendiri, kebutuhan besi dan material bangunan lainnya cukup tinggi, terkait rencana pembangunan yang direncakan pemerintahan Jokowi hingga 2019 nanti.
Sementara itu, World Bank atau Bank Dunia prediksi bahan dasar besi tersebut akan kembali naik hingga 11,3% tahun ini. Bagaimana efeknya? Mari kita simak, hanya di #Kopipagi 8 Februari 2017.
Kemarin IHSG mengalami koreksi yang cukup besar. Bagaimana pergerakannya kemarin? Mari kita saksikan, dalam review IHSG hari ini.
IHSG pada perdagangan kemarin, ditutup melemah sebesar 0,40% di level 5.360,06. Penguatan IHSG yang sebelumnya menghadapi resistance di 5.400, gagal ditembus dan menyebabkan koreksi terhadap IHSG. Sementara itu, Dow Jones melemah 0,18% ke level 20.054,34, diikuti dengan kenaikan tipis dari EIDO sebesar 0,04% ke level 24.84.
Berdasarkan hal tersebut, saya lihat IHSG masih akan bergerak mixed dalam range 5.350-5.450.
Naiknya harga bijih besi tidak hanya ditentukan oleh faktor permintaan saja, akan tetapi juga dari produksi bijih besi itu sendiri. Lalu, mengapa World Bank bisa memperkirakan harga Bijih Besi bisa naik hingga 11,3%? Mari kita simak dalam ulasan berikut.
Bijih Besi Diproyeksikan Naik 11,3%
World Bank memprediksikan harga bijih besi akan meningkat 11,3% year on year (yoy) pada 2017 menjadi US$ 65 per ton, dari sebelumnya US$ 58,4 per ton. Pada tahun lalu, harga tembaga juga telah melonjak 84,18% year on year (yoy) menjadi 652 yuan (US$ 93,95) per ton. Lonjakan ini diakibatkan oleh 3 faktor utama, yaitu kuatnya permintaan baja di China, pengetatan produksi, dan rendahnya persediaan. Diprediksi pada tahun ini, harga bijih besi juga akan kembali mengalami peningkatan. Pada penutupan perdagangan Selasa lalu, harga bijih besi untuk kontrak Mei 2017 di bursa Dalian naik 1,4% menjadi 614,5 yuan (US$89,26) per ton. Ini menunjukkan peningkatan 10,82% sepanjang tahun berjalan.
Meskipun begitu, kenaikan bijih besi ini dibayang-bayangi oleh meningkatnya jumlah suplai, akibat tingginya harga bahan baku baja itu. Stok di pelabuhan China naik menjadi 123,5 juta ton pada pekan lalu. Pasalnya, pengiriman dari pelabuhan Hedland di Australia mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah. Pasokan baru juga datang dari tambang Vale SA di Brasil, yang melakukan pengiriman perdananya pada pertengahan Januari 2017. Total pasokan bijih besi dari tambang tersebut dapat tumbuh hingga 19,76% menjadi 412 juta ton pada 2017, dari volume 344 juta ton pada 2016.
Harga bijih besi tahun ini masih bisa meningkat diakibatkan oleh masih terjadinya pengetatan pasokan, yang membuat rerata harga bijih besi potensi menguat hingga 25% pada 2017 menjadi US$ 73 per ton. Tahun lalu, rerata harga mencapai US$ 58,38 per ton. Saat ini, kondisi pengetatan suplai dan permintaan akan bertahan sampai paruh pertama 2017. Nantinya, harga bijih besi yang melampaui US$ 80 per ton akan mendorong sejumlah penambahan produksi oleh produsen.
Bijih besi merupakan bahan utama untuk pembuatan baja. Tingginya harga bijih besi tersebut dapat menyebabkan performa perusahaan-perusahaan penghasil besi dan logam lainnya di Indonesia terganggu, seperti BAJA, GDST dan KRAS. Karena kegiatan utama usaha mereka yang memproduksi baja. Namun, kenaikan harga bijih besi tersebut diperkirakan hanya sampai pertengahan 2017 saja. Mengingat sudah terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada 2016 lalu, akibat over demand dari China, serta pengecualian bea masuk besi oleh vietnam sebesar 23,3%.
Salam profit (wdl/wdl)
https://finance.detik.com/market-research/d-3417547/bank-dunia-prediksi-harga-bijih-besi-naik-113
Komentar
Posting Komentar