IQPlus, (05/01) - PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) menilai bahwa penolakan pabrik semen Rembang yang diteken 2.501 warga (T37) pada 10 Desember 2014 cacat hukum. Pasalnya ada keganjilan dari data penolakan semen Rembang.
"Di data itu tertera ada yang warga Rembang tapi alamatnya di Manchester dan di Amsterdam. Kemudian, ada juga Ultraman dan Power Ranger ikut teken, mereka ternyata warga Rembang. Selain itu, ada menteri dan Presiden RI periode 2025 juga tinggal disana. Ditambah lagi, ada yang tulis copet terminal juga. Kami tidak terima diseperti inikan. Jadi, kami tuntut agar dibuktikan bahwa Ultraman dan Power Ranger benar tinggal disana. Saya tidak menyatakan tidak benar, itu keajaiban dunia kalau benar. Gara-gara mereka ikut tandatangan maka kami dirugikan, kami diputus kalah," kata Kuasa Hukum Semen Indonesia M Mahendra Datta.
Dirirnya merasa khawatir penolakan pabrik semen di Rembang memicu konflik sosial. Pasalnya, gugatan sudah dikabulkan seutuhnya, tapi mengapa masih ada penolakan hingga pemberhentian pabrik.
"Cara penggugat sekarang mengarah ke luar hukum bisnis. Mereka sudah mempengaruhi masyarakat, mahasiswa, petani dan tokoh agama. Ini sudah mengarah ke kerawanan sosial padahal ini masalah industri tapi sudah dipancing ke konflik sosial. Semen Indonesia tidak mau yang terlibat namanya politik atau diluar bisnis. Tapi kalau mau gugat tentang produksi dan berkaitan bisnis, maka kami janjikan perlawanan hukum terbaik buat mereka, jangan kampanye diluar pengadilan," ucapnya.
Pihaknya pun kembali mengimbau agar penggugat yang tidak puas akan hasil keputusan untuk menyelesaikannya di pengadilan. "Jangan hari ini, lagi hangat kerawanan sosial," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama Corporate Secretary Semen Indonesia Agung Wiharto mengaku, pabrik semen di Rembang sudah mulai melakukan uji coba operasional. Namun, bahan bakunya berasal dari pabrik SMGR di Tuban.
Lebih lanjut soal keberlanjutan operasional, perseroan tengah menunggu putusan Gubernur Jawa Tengah pada 17 Januari mendatang. Namun, jika hasilnya tertuju pada penolakan penambangan, maka pihaknya mempertanyakan 14 perusahaan lain yang saat ini masih melakukan penambangan.
"In case kalau tidak bisa tambang disana tapi ada ribuan hektare yang ditambang sejak 1996 dari 14 perusahaan yang melibatkan ribuan pekerja ini tidak ada. Kalau cuma kita saja yang tidak boleh itu namanya pengkerdilan terhadap BUMN," kata dia. (end/as)
Komentar
Posting Komentar