JAKARTA. likuiditas saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) memang jauh lebih menarik pasca merger dengan anak usahanya. Namun, dibalik itu ada resiko yang berpotensi mengganggu fundamental perseroan kedepan.
"Eksposur atas naiknya suku bunga acuan memang meningkat," ujar Direktur Keuangan CTRA Tulus Santoso kepada KONTAN belum lama ini.
Sebab, setelah merger dengan PT Ciputra Surya Tbk (CTRS) dan PT Ciputra Property Tbk (CTRP), CTRA nanti bakal melayani lebih banyak pembelian rumah dengan skema pembayaran KPR.
"Skema pembayaran KPR banyak berasal dari CTRS karena CTRP lebih banyak ke bisnis sewa," imbuh Tulus.
Sebelum merger, sekitar 29% pembayaran atas pembelian properti CTRA merupakan KPR. Pasca merger, eksposurnya meningkat seiring dengan porsi KPR yang bertambah menjadi 49%.
Analis Mirae Sekuritas Franky Rivan melihat, eksposur suku bunga ini yang kemunkinan bakal membatasi prospek CTRA kedepan. Di sisi lain, ia juga masih memandang bearish akan sektor properti.
Ia juga melihat adanya ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikan suku bunga acuan sebesar 1% sepanjang tahun ini. "Kami percaya ini dapat menghambat kemampuan pembeli properti untuk mengambil KPR, dan menghalangi agresivitas penjualan properti CTRA," tulis Franky dalam riset 23 Januari lalu.
Tulus tak menampik adanya risiko ini. Namun, dia masih optimistis dengan target pra penjualan atau marketing sales 2017 yang dipatok pada angka Rp 8,2 triliun, naik 15% dibanding tahun lalu.
Sebab, CTRA sudah menyiapkan strategi untuk menghadapi adanya resiko kenaikan suku bunga. Salah satunya, dengan membagun ukuran rumah dengan tipe yang lebih kecil. Sehingga, harganya lebih terjangkau dan daya beli tetap terjaga.
Di sisi lain, Tulus melihat pemerintah dan BI akan berupaya maksimal untuk menahan suku bunga, apalagi setelah bergulirnya rencana target bunga single digit.
"Jadi, kemungkinan maksimalnya paling bunga tetap," kata Tulus.
Franky menambahkan, semakin atraktifnya saham CTRA pasca merger setidaknya masih mampu menetralisir adanya eksposur suku bunga bagi CTRA.
Keuntungan paling besar pasca merger ini adalah, kapitalisasi pasar CTRA yang membesar menjadi sekitar Rp 24,9 triliun dari sebelumnya Rp 5 triliun. Hal ini membuka peluang saham CTRA bakal masuk ke dalam Indeks MSCI Indonesia.
Pengumuman terkait daftar anggota MSCI yang baru akan dilakukan pada 9 Februari mendatang. Sejauh ini, perusahaan properti terkecil di dalam MSCI Indonesia memiliki kapitalisasi pasar kurang dari Rp 20 triliun.
Keuntungan lainnya adalah, saham CTRA menjadi lebih likuid. Sebab, pasca merger saham CTRA bertambah 3,1 miliar saham menjadi 18 milyar saham.
Dua hari setelah merger, rata-rata volume perdagangan harian CTRA malah sebesar 68 juta lembar per hari. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata 1 tahun, yaitu 16,1 juta lembar per hari," imbuh Franky.
Sayang, melonjaknya likuiditas ini tak mampu membuat saham CTRA masuk ke jajaran LQ45. dalam daftar LQ45 yang baru diterbitkan pekan ini, hanya ada tiga saham yang menjadi anggota baru yakni saham BUMI, EXCL, dan PPRO.
http://investasi.kontan.co.id/news/ctra-kian-sensitif-dengan-bunga-setelah-merger
Komentar
Posting Komentar